Chrome Pointer

Minggu, 22 September 2013

FILSAFAT ISLAM ( Al-Kindi Dan Al-Farabi )


KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur kami persembahkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa menganugerahkan nikmat, taufik dan hidayahnya sehingga dalam penulissan makalah yang berjudul Filsafat umum .Salawat dan salam di persembahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang membawa risalah islam sebagai pedoman hidup untuk meraih keselamatan hidup di dunia dan di akhiarat nanti.
            Penyusunan makalah ini di maksudkan untuk memenuhi ruang bagi pemianat FILSAFAT dalam rangka mengembangkan sikap dan pedoman (pertimbangan ), bagi maha siswa.
            Kehadiran makalah ini khususnya menjelaskan tentang FILSAFAT ISLAM. Yang memungkiankan perluasan wawasan tentang filsafat umum, sehingga dapat menggairahkan gelora dan spirit mahasiswa sebagai calon ilmuan di masa depan. Mudah mudahan makalah ini Mendapat menambah dan memberi wawasan baru tentang kajian  Ilmu dalam kedudukannya untuk menempatkan pemikiran yg benar  agar berada dalam jalan kebenaran.
            Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi amal usaha kita, dan menempatkan makalah ini terbuka bagi kritik baru dalam Makalah Kami . Semoga nermanfaat, dan selamat membaca.!


 

   

     PENDAHULUAN


Tidak dapat dipungkiri bahwa pemikiran filsafat Islam terpengaruh oleh filsafat Yunani. Filosof-filosof Islam banyak mengambil pikiran Aristoteles
dan sangat tertarik dengan pikiran-pikiran Plotinus sehingga banyak teorinya yang diambil. Memang demikianlah keadaan orang yang datang kemudian, terpengaruh oleh orang-orang sebelumnya dan berguru kepada mereka. Kita saja yang hidup pada abad ke-20 ini, dalam banyak hal masih berhutang budi kepada orang-orang Yunani dan Romawi. Akan tetapi berguru tidak berarti mengekor dan hanya mengutip, sehingga harus dikatakan bahwa filsafat Islam itu hanya kutipan semata-mata dari Aristoteles, seperti apa yang dikatakan Renan, atau dari neo-Platonisme, seperti yang dikatakan Duhem, karena filsafat Islam telah menampung dan mempertemukan berbagai aliran pemikiran. Kalau filsafat Yunani merupakan salah satu sumbernya, maka tidak aneh kalau kebudayaan India dan Iran juga menjadi sumbernya pula.
Perpindahan dan pertukaran pikiran tidak selalu berarti berhutang budi. Sesuatu persoalan kadang-kadang dibicarakan dan diselidiki oleh orang banyak dan hasilnya dapat mempunyai bermacam-macam corak: seseorang bisa mengambil persoalan yang pernah dikemukakannya oleh orang lain sambil mengemukakan teori dan pikirannya sendiri. Spinoza misalnya, meskipun banyak mengikuti Descartes, namun ia mempunyai mazhabnya sendiri.
Filosof-filosof Islam pada umumnya hidup dalam lingkungan dan suasana yang berbeda dari apa yang dialami oleh filosof-filosof lain, dan pengaruh-pengaruh lingkungan dan suasana terhadap jalan pikiran mereka tidak bisa dilupakan. Pada akhirnya tidaklah bisa dipungkuri bahwa dunia Islam telah berhasil membentuk suatu filsafat yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan keadaan masyarakat Islam sendiri.



FILSAFAT  ISLAM

A.         PENDAHULUAN

Terlepas dari bidang politik, Kemenangan dinasti Abasiah[1] atas di nasti Amawiyah[2]  yang menyebabkan perpindahan pusat pemerintah dunia islam dari Damaskus ke Bagdad, memilki makna yang signifikan bagi kelahiran dan pengembangan filsafat di dunia Islam. Hal ini di sebabkan, karena secara geografis Bagdad di kelilingi oleh pusat-pusat pengembangan kebudayaan/filsafat Yunani, seperti di Iskandaria, Harran, Urfa, Nusaibain, Jundaisapur dan Bagdad sendiri. Kebudayaan Yunani yang berkembang di kota-kota tersebut berganti namannya dengan Helleniesme dan yang berada di bawah kekuasaan Romawi di sebut Hellenisme Romawi. 
Walau Usaha Menerjemah telah bermula sejak di nasti Umawiyah, namun mengalami puncaknya pada di nasti Abasiah, terutama pada zaman Khalifah Harun al-Rasyid dan Al-Makmum (813-833), Sehingga dalam waktu singkat dunia islam mampu menyerap kebudayaan yunani.
Kemajuan ini tidak terlepas dari lima faktor, sebagai berikut :
1.    Yaitu perpindahan Islam dari Damaskus ke bagdad sebagi titik api pengembangan kebudayaan Yunani. Perpindahan ini menyebabkan Islam vis-a-vis dengan kebudayaan Yunani, baik dalam kehiupan sehari-hari maupun dalam interaksi  Kebudayaan dan Agama.
2.    Kemunduran Filsafat di kalangan Yunani, Persia, dan Dunia Kristen serta Eropa secara keseluruhan. Kemunduran ini mendorong para Ilmuan dan Filsafat mau tidak mau mengambil alih estafeta aktifitas itelektual ke kawasan dunia Islam. Itulah sebabnya ada pandangan bahwa Islam merupakan penyelamat filsafat, khususnya Yunani dari kepunahan.
3.    Dorongan berfilsafat dari ajaran Islam. Dorongan tersebut secara langsung atau tidak mendapat legitimasi dari Ajaran Islam 

ÎA÷sムs #ZŽÏWŸ2 3 $tBur ㍞2¤tƒ HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÏÒÈ
Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah) ( Q.S AlBaqarah:269.).

4.    Kecintaan Khalifah terhadap ilmu Pengetahuan. Para khalifah, khususnya dinasti Abbasiah, begitu mencintai Ilmu pengetahuan.  Hal itu di lampiaskan dengan membangun Sebuah lembaga penyediaan sarana dan prasarana bagi pengembangan ilmu  pengetahuan. Harun Al-Rasyid  Misalnya membangun Sebuah lembaga dengan nama Bayt Al-Hikmah. Yang di biayai oleh negara.
5.     Kemajuan ekonomi yang di raih dunia islam. Apapun yang di lakukan tentu sangat terkait dengan dukungan finansial. Namun kejayaan ekonomi  bukanlah faktor yang mandiri, namun Juga terikat dengan empat faktor lainnya. Kenyataan historis menunjukan bahwa kejayaan ekonomi terikat dengan kemajuan itu.[3]
Kelima Faktor ini menyatu padu ibarat orkestra menjadi daya pendorong yang kuat bagi kegiatan dan pengembangan filsafat di dunia islam. Ketika salah satu dari faktor di atas menghilang bermula pula penurunan aktifitas keilmuwan, sehingga Mengalami  stagnasi yang sangat menyedihkan.

B.  PERIODEISASI PERKEMBANGAN FILSAFAT  ISLAM

Para Ahli mengajukan  aneka teori tentang periodeisasi perkembangan filsafat islam. Secara global perkembangan filsafat islam sejak awal sampai kini dapat di bagi kepada lima periode, sebagai berikut :
1.        Masa penterjemah dan pengulasan terhadap buku-buku Yunani Yang kemudian di sertai dengan pemaduan diantara agama dan filsafat. Tokohnya ialah Al-Kindi, Al-Farabi, Ikhwanussafa, Ibn Sina.

2.        Masa keritikan terhadap filsafat Islam dengan sedikit menggunakan metode Filasafat. Tokohnya Imam Al-Ghazali. Dengan bukunya Tahafut al-Falasifah ( kehancurun para filsof ).
3.        Masa pembelaan terhadap filsafat Islam, baik di belahan barat dunia islam maupun di belahan timur.  Di belahan barat tokohnya adalah Ibnu Rusyd, dengan bukunya Tahfut al-Tahafut. (kehancuran orang yang menghancurkan filosof ). Di belahan timur tokohnya ialah Nashiruddin Thusi dengan bukunya Syarah al-Isyarat wa al-Tanbihat.
4.        Masa kritikan lanjutan terhadap filsafat islam dengan pendekatan Teologi. Pada fase ini di lanjutkan dengan keritikan terhadap pemakain metode pikiran dalam memahami soal-soal akidah, yang berarti mengeritik filsuf dan teolog muslim dalam memperkuat keimanannya.
5.        Masa Kefakuman dan peralihan corak filsafat. Sebagai akibat dari serangan gencar pada fase empat di atas,
6.        aktifitas filsafat mengalami kefakuman di dunia sunni. Di tambah lagi dengan kegemilangan Imam Ghazali dengan Universitas Nizamiyahnya.  Sedangkan di dunia syi’i filsafat berobah corak kepada bentuk yang Iluministik(Isyarqi) tokohnya ialah Surahwardi. Ia mencoba memadukan antara Tasawuf dan Filsafat. Tren di atas terus berlanjut, sehingga di dunia sunni, baru pada abad 18 aktifitas di mulai, sedang di dunia Syi’i terus berlangsung, bahkan ke arah  yang lebih matang dengan tampilnya Mulla Sadra yang berupaya mengadakan sintesa seluruh sistem pemikiran di Dunia Islam.

C.  PARA FILSUF MUSLIM DAN PEMIKIRANNYA
1.      1.  Al-Kindi ( 185-260 H / 801-873M )

Biografinya :

Nama Lengkapnya Abu Yusuf bin Ishak, anak seorang gubernur Kufah dan mempunyai keturunan langsung kepada Yaqub bin Qathan nenek pertama suku Arabia Selatan. Karena itulah beliau digelar dengan Filosof Arab, karena beliaulah satu-satunya Filosoft muslim yang berasal dari keturunan Arab. Lainya keurunan ras lain, seperti Persia dan Turki.

Al-Kindi lahir tahun 185 H/801M dan wafat tahun 260 H bertepatan dengan tahun 873 M. Al-kindi hidup dalam kecemerlangan dunia Islam dalam fase dinasti Abbasiah. Perestasi intelektualnya  bermula ketika dia diangkat sebagai guru  pribadi Ahmad, Putra Al-Mu’tashim, salah seorang khalifah Abbasiah. Sayangnya   tidak semua senang dengan prestasi ini.  Musa dan Ahmad, putra Ibnu Syakir, dengan licik mempengruhi Khalifah al-Mutawakkil agar memusuhi Al-Kindi. Sang Khalifah terpengaruh, sehingga karya-karyanya di sita dan di  kucilkan[4]. Namun sebagai ilmuwan, ia tetap mengembangkan kajian Filasafat hingga ia Wafat.

Karya-karyanya :
 
Al-Kindi merupakan filsuf yang produktif, terbukti dengan banyaknya karya beliau. Paling tidak terdapat 270 buah karya Al-Kindi[5] yang di kelompokan pada 17 kelompok, yaitu mengenai filsafat, logika, Ilmu Hitung, globular, musik, astronomi, geometri, sperikal, Antrologi, dialektika, kriptologi, psikologi politik, meteorologi, dimensi, benda-benda pertama  dan spesies tertentu logam dan kimia.
Sayngnya tidak semua karya-karya itu di  temukan. Pelacakan terakhir menemukan 25 Risalah Al-Kindi yang tersebar di turki oleh Ritter, temuan ini  mendorong para Ahli menyunting tulisan-tulisan beliau M.Guini dan R Wazler, menyunting karya-karya Al-Kindi dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Latin.
 
Pemikirannya :

Sebagai Filsuf, Al-Kindi merumuskan pemikiran kefilsafatan.  Disini kami Uraikan hanya dua kajian terpenting, yaitu hubungan agama dengan filsafat  dan kajian ketuhanan ( metafisika ).

1.             Hubungan Agama dengan Filsafat
Problema pertama yang di hadapi para filsuf muslim ialah “Bagaimana memadukan kebenaran Agama yang bersumber dari kitab suci dengan kebenaran filsafat  yang bersumber dari manusia yang sebagian ajarannya di pandang bertentangan dengan ajaran Agama Islam”. Untuk menghindari pertentangan ini Al-Kindi mengadakan  pemaduan dari memposisikan filsafat. Menurut Al-Kindi Filsafat adalah “ Ilmu tentang segala sesuatu yang di pelajari orang menurut kadar kemampuannya.”[6]
Al-Kindi menyebutkan bidang ketuhanan  sebagai Filsafat pertama (al-falsafah al-ula), merupakan bidang yang paling utama, karena membicarakan kebenaran yang pertama (Al-Haqq Al-Awal), yaitu Tuhan. Oleh karena Filsafat membicarakan tentang tuhan, maka di antara agama dan filsafat tidak terdapat pertentangan.
Lebih jauh Al-Kindi mengatakan :

Seyogiyanya kita tidak merasa malu untuk menerima kebenaran dan mengambilnya tanpa peduli dari sumbermana datangnya; bahkan kalaupun kebenaran itu datang dari bangsa-bangsa Asing. Sebab  bagi para pencari kebenaran, tidak ada nilai yang lebih tinggi dari kebenaran itu sendiri. Kebenaran tidak pernah menghindar dari orang yang menerimanya; kebenaran tidak pernah merendahkan orang yang menerima kebenaran, sebaliknya selalu membuatnya mulia.

Menurut Al-Kindi, keselarasan agama dengan filsafat di dasarkan pada tiga alasan, yaitu Ilmu agama merupakan bagian dari filsafat, kebenaran wahyu yang di turunkan kepada Nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian, dan menuntut ilmu, secara logika , di anjurkan oleh agama.
Dengan demikian orang yang menolak filsafat  sama dengan menolak kebenaran,  dan

2.      Metafisika

Pemikiran Al-Kindi tentang ketuhanan termaktub dalam karyanya yang berjudul Fi Falsafah Al-Ultaa. Dalam karyanya ini, Al-Kindi mengatakan : Allah adalah wujud  yang haqq, yang tidak ada ketiadaan selama-lamanya yang senantiasa dan akan seslalu demikian wujudnya secara abadi.  keberadaan tuhan tersebut bersifat Esa dalam bilangan dan Esa dalam zat. Esensinya tidak mengndung kejamakan, karena Allah tidak mempunyai materi tidak sebagai rangkaian, tidak jenis dan macam (species and diffrentia).
Dengan demikian Tuhan adalah wujud yang paling murni, sebagai penyebab pertama (first cause), yang ada dengan  sendirinya, bukan karena wujud lain, zatnya menciptakan bukan di ciptakan.
Al-Kindi membagi hakikat segala yang ada kepada hakikat partikular yang di sebutnya dengan Aniah, dengan hakikat yang universal (kulli) yang di sebut dengan mahiyah dalam bentuk genus dan spesies. Tuhan bersifat Esa, karena dia bukan Aniyah dan mahiyah.
Untuk membuktikan Adanya Tuhan, Al-Kindi menggunakan tiga Argumen, sebagai berikut :
1.      Barunya Alam
2.      Keseragaman dan kesatuan
3.      Pengendalian
Dengan demikian keberadaan Tuhan rasional adanya secara akali dan empiris.

22.      Al-Farabi ( 258-339 H/870-950 M )

Biografinya :
 
Nama lengkapnya ialah Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tharkhan, lahir di wasij, distrik Farab, Turkestan dari seorang Ayah Persia dan Ibu Turki. Karena itu, berbeda dengan Al-Kindi, Al-Farabi bukan keturunan Arab, melainkan  keturunan Persia-Turki. Beliau di kenal juga dengan nama Abu Nasher, atau Avempes dalam literatur Barat.
Seagi Anak pejabat Al-Farabi memperoleh pendidikan berbagai disiplin ilmu, yaitu bahasa, sastra, logika, filsafat kepada Guru-guru terkenal, Seperti Abu Bakar Al-Saraj, bisyh Mattius bin Yunus, Yuhana Ibn Hailam dll. Awal karirnya bermula ia berkenalan dengan sultan dinasti Hamadan di Aleppo, yaitu Syaifud Daulah al-Hamdani. Perkenalan ini membawanya sebagai ulama Istana, Di sinilah ia mengembangkan aktivitas filsafanya. Namun karena pertentangan politik ia keluar dari istana samapi ai  wafat dalam usia 80 Tahun.

Karya-karyanya:

Beliau adalah Filsuf besar muslim yang banyak menyusun karya Filsafat, bahkan memadukan beberapa kejanggalan-kejanggalan, terutama antara Plato dan Aristoteles. Pemikiran ini di tulis dalam buku Al-Jam’u Bayna R’yay al- ahakimayn; Aflaton wa Aristo. Ulasannya yang mendalam terhadap karya Aristoteles menyebabkan ia di gelar sebagai Aristoteles ke dua (Aristo Al-tsaniy).
Selain karya di atas, karya penting lainnya ialah :
a.       Ara’u Ahl Madinah al-fadhilah, kajian tentang politik.
b.      Maqalat fi Ma’ani al-Aql, berisi ulasan tentang Akal
c.       Al-Ibanah’An Ghadhi Aristo fi Kitabi Ma Ba’da al-Thabi’ah. Berisikan tentang ulasan mengenai Metafisika Aristoteles.
d.      Al-Masa’il al- Falsafiyah wa Ajiwibah’Anha, berisikan tentang kajian Filsafat.
e.       Dan Lain-lain.
Pemikirannya :
Seperti di jelaskan di atas, pemikiran Al-Farabi mencangkup beberapa aspek, namun di batasai pada tiga masalah utama, sebagai berikut :
1.    Kesatuan Filsafat
Menurut Al-Farabi,  pemikiran para filsuf Yunani (khususnya Plato dan Aristoteles) pada hakikatnya merupakan suatu ksatuan yang sistematik, sehingga tidak terdapat pertentangan di antara kedua tokoh tersebut. Pemikiran ini di tuangkan kedalam karyanya, Al-jam’u Bayna Ra’yay al-Hakimyn : Afalton wa Aristo.
2.         Ketuhanan
Membicaarakan ketuhanan Al-Farabi mengtakan : “Allah adalah wujud yang tidak mempunyai hole (benda) dan tidak mempunyai form (bentuk) yang sifatnya asli dan tanpa permulaan, serta selalu ada tiada akhir. Untuk membuktikan kesempurnaan wujud tuhan, Al-Farabi membagi wujud dalam dua tingkatan yaitu :
·           Wujud yang ada atau mungkin ada karena/ di sebabkan yang lainnya,(al-wujud bighairi)
·           Wujud yang mengada dengan sendirinya,( al-wujud binafsihi).
3.        3. Penciptaan  Alam (Emanasi)
Permasalahan yang muncul di dalam kajian penciptaan Alam ialah, Apakah alam muncul langsung dari tuhan atau tidak, kemudian Apakah Alam di ciptakan dari tiada atau dari suatu yang ada. Al-Farabi menyatakan bahwa Alam berasal dari Tuhan, namun melalui beberapa tahapan, karena alam berasal dari tuhan, maka Alam di ciptakan bukan dari tiada  melainkan dari suatu potensi (esensi) yang sudah ada, langsung dari tuhan.
Rumusan itu tertuang dalam teori Emanasi atau teori Urutan-urutan wujud.
Tuhan (akal murni), memikirkan dirinya = Akal Pertama
Akal ke 1,        memikirkan Tuhan      = Akal ke 2 (Wujud ke-1)
memikikan dirinya      =Langit Pertama
            Akal ke 2         memikirkan Akal ke 2 = Akal ke 3 (Wujud ke 2)
                                    Memikirkan dirinya     = Bintang-bntang
            Akal ke 3         memikirkan Akal ke 2 = Akal ke 4 (Wujud ke 3)
                                    Memikirkan dirinya     =  Saturnus
            Akal ke 4         memikirkan Akal ke 3 = Akal ke 5 ( Wujud ke 4)
                                    Memikirkan dirinya     = Jupiter
            Akal ke 5         memikirkan Akal ke 4 = Akal ke 6 ( Wujud ke 5)
                                    Memikirkan dirinya     = Mars
            Akal ke 6         memikirkan Akal ke 5 = Akal ke 7 (Wujud ke 6)
                                    Memikirkan dirinya     = Matahari
Akal ke 7         memikirkan Akal ke 6 = Akal ke 8 (Wujud ke 7)
                        Memikirkan dirinya     = Venus
Akal ke 8         memikirkan Akal ke 7 = Akal ke 9 (Wujud ke 8)
                        Memikirkan dirinya     =Merkurius
Akal ke 9         memikirkan Akal ke 8 = Akal ke 10 (Wujud ke 9)
                        Memikirkan dirinya     = Bulan
Akal ke 10       memikirkan Akal ke 9 = tidak memikirkan akal lain
                        Memikirkan dirinya     = Bumi, Api, air, udara dan tanah.





Dari teori di atas  terdapat sembilan akal dan  sepuluh wujud yang membatasi tuhan dengan alam semesta, melalui teori ini ada dua hal yang ingin di tampilkan Al-Farabi.
a.    Al-Farabi menyatakan bahwa di antara tuhan dengan manusia terdapat jarak yang sangat jauh. dengan adanya jarak ini keesaan tuhan tetap utuh. Al-Farabi tetap berpegang pada asa bahwa dari yang satu pasti satu yang muncul.
b.    Melalui teori ini pula, Al-Farabi berupaya sejalan dengan ajaran islam tentang adanya permulaan ciptaan.
4.      Negara Ideal  (al-Madinah al-Fadhilah)
Sebagai pemikir Universal, kajian mengenai negara tidak luput dari pemikiran Al-Farabi, menurutnya, negara sama saja dengan tubuh manusia yang mempunyai kepala, badan, tangan, kaki, jantung, dan lain-lain. Dari semua unsur yang paling penting ialah kepala yang di ibaratkan Al-Farabi sebagai kepala negara yang  ideal ialah yang di perinatah oleh kepala negara yang memiliki aneka kualifikasi yaitu cerdas, memiliki ingatan yang baik, pikiran yang tajam, mencintai pengetahuan, mencintai kejujuran, murah hati, sederhana, mencintai keadilan, pemberani, sehat jasmani, dan pandai berbicara.
Semua karakter ini ada pada Nabi, namun karena nabi sudah tida, posisinya di gantikan oleh filsuf. Oleh karena itu, jabatan kepala negara ideal harus di pegang oleh Filsuf. Menurut Al-Farabi, selain negara ideal di atas terdapat empat bentuk negara lainnya, yaitu :
a.       Negara Jahil          (  المد ينة اهلة ).
b.      Negara Fasik         ( المد ينة الفا سقة ).        
c.       Negara Sesat         ( المد ينة الضا لة ).
d.      Negara yang Berubah        ( المد ينة المتبد لة ).



KESIMPULAN

 Menurut Al-Kindi filsafat adalah pengetahuan yang benar ( knowledge of truth). Al-Qur’an yang membawa argumen-argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan oleh filsafat. Karena itu mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang bahkan teologi bagian dari filsafat, sedangkan umat Islam diwajibkan mempelajari teologi. Bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan  dari keduanya. Agama disamping wahyu mempergunakan akal, dan filsafat juga mempergunakan akal. Yang benar pertama bagi Al-Kindi ialah Tuhan. Filsafat dengan demikian membahas tentang Tuhan dan agama ini pulalah dasarnya. Filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang Tuhan.
Al-Farabi sebagai filosof Islam yang pertama kali membawa wacana filsafat secara lebih mendalam. Ia mendirikan tonggak-tonggak filsafat Islam yang kemudian banyak diikuti oleh filosof Islam yang lain. Gelar Guru Kedua terhadap dirinya membuktikan keseriusannya dalam membina filsafat Islam walaupun harus berjuang keras untuk itu. Walaupun pemikiran metafisikanya banyak dikritik oleh pemikir muslim belakangan seperti al-Ghazali.terutama dalam metafisika emanasi, figur al-Farabi masih menarik untuk didiskusikan. Sumbangannya dalam bidang fisika, metafiska, ilmu politik, dan logika telah memberinya hak untuk menempati posisi terkemuka yang tidak diragukan lagi diantara filosof-filosof Islam.



[1] Dinasti kedua islam setelah dinasti Umaiyah, yang di bangun oleh Abdul Abbas al-Safah yang berpusat diBaghdad. Dinasti ini berlangsung kurang lebih  setengah abad (750-1258)
[2] Dinasti pertama yang berlangsung lebih kurang 94 tahun(632-750 M) setelah berakhirnya masa Nabi dan sahabat, Di bangun oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang berpusat di Siria.
[3] . Sebagai Ilustrasi betapa keterkaitan ekonomi dengan  pengembangan ilmu pengetahuan dapt di lihat pada kasus penerjemahan. Ketika masa kejayaan para penguasa islam memberikan imbalan emas seberat buku yang di terjemahkan ini tentu ssangat  mendorong bagi upaya penerjemahan, sebagai awal transformasi ilmu pengetahuan ke dunia islam.
[4]. Ibn Aabi Ushaibah, Thabawat al-athibba’, Volume 1 (kairo,tt) hlm.207
[5] . Karya- karya ini telah tertuang secara lengkap dalam Thawil Akhyar Dasuki, sebuh kompilasi filsafat islam ( semarang: Dunia Utama,1993), hlm2-20
[6] . M.M Syarif, Ed, Para filsosof Muslim (Bandung: Mizan,cet XI,1998), hlm 13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar