KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji dan syukur
kami persembahkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa menganugerahkan nikmat,
taufik dan hidayahnya sehingga dalam penulissan makalah yang berjudul Filsafat umum .Salawat dan salam di persembahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, yang membawa risalah islam sebagai pedoman hidup
untuk meraih keselamatan hidup di dunia dan di akhiarat nanti.
Penyusunan
makalah ini di maksudkan untuk memenuhi ruang bagi pemianat FILSAFAT dalam
rangka mengembangkan sikap dan pedoman (pertimbangan ),
bagi maha siswa.
Kehadiran
makalah ini khususnya menjelaskan tentang FILSAFAT
ISLAM. Yang memungkiankan perluasan wawasan tentang filsafat umum, sehingga
dapat menggairahkan gelora dan spirit mahasiswa sebagai calon ilmuan di masa
depan. Mudah mudahan makalah ini Mendapat menambah
dan memberi wawasan baru tentang kajian Ilmu dalam
kedudukannya untuk menempatkan pemikiran yg benar agar berada
dalam jalan kebenaran.
Semoga
Allah SWT senantiasa meridhoi amal usaha kita, dan menempatkan makalah ini
terbuka bagi kritik baru dalam Makalah Kami .
Semoga nermanfaat, dan selamat membaca.!
PENDAHULUAN
Tidak dapat dipungkiri bahwa
pemikiran filsafat Islam terpengaruh oleh filsafat Yunani. Filosof-filosof
Islam banyak mengambil pikiran Aristoteles
dan sangat tertarik dengan pikiran-pikiran Plotinus sehingga banyak teorinya yang diambil. Memang demikianlah keadaan orang yang datang kemudian, terpengaruh oleh orang-orang sebelumnya dan berguru kepada mereka. Kita saja yang hidup pada abad ke-20 ini, dalam banyak hal masih berhutang budi kepada orang-orang Yunani dan Romawi. Akan tetapi berguru tidak berarti mengekor dan hanya mengutip, sehingga harus dikatakan bahwa filsafat Islam itu hanya kutipan semata-mata dari Aristoteles, seperti apa yang dikatakan Renan, atau dari neo-Platonisme, seperti yang dikatakan Duhem, karena filsafat Islam telah menampung dan mempertemukan berbagai aliran pemikiran. Kalau filsafat Yunani merupakan salah satu sumbernya, maka tidak aneh kalau kebudayaan India dan Iran juga menjadi sumbernya pula.
dan sangat tertarik dengan pikiran-pikiran Plotinus sehingga banyak teorinya yang diambil. Memang demikianlah keadaan orang yang datang kemudian, terpengaruh oleh orang-orang sebelumnya dan berguru kepada mereka. Kita saja yang hidup pada abad ke-20 ini, dalam banyak hal masih berhutang budi kepada orang-orang Yunani dan Romawi. Akan tetapi berguru tidak berarti mengekor dan hanya mengutip, sehingga harus dikatakan bahwa filsafat Islam itu hanya kutipan semata-mata dari Aristoteles, seperti apa yang dikatakan Renan, atau dari neo-Platonisme, seperti yang dikatakan Duhem, karena filsafat Islam telah menampung dan mempertemukan berbagai aliran pemikiran. Kalau filsafat Yunani merupakan salah satu sumbernya, maka tidak aneh kalau kebudayaan India dan Iran juga menjadi sumbernya pula.
Perpindahan dan pertukaran pikiran
tidak selalu berarti berhutang budi. Sesuatu persoalan kadang-kadang
dibicarakan dan diselidiki oleh orang banyak dan hasilnya dapat mempunyai
bermacam-macam corak: seseorang bisa mengambil persoalan yang pernah
dikemukakannya oleh orang lain sambil mengemukakan teori dan pikirannya
sendiri. Spinoza misalnya, meskipun banyak mengikuti Descartes, namun ia mempunyai
mazhabnya sendiri.
Filosof-filosof Islam pada umumnya
hidup dalam lingkungan dan suasana yang berbeda dari apa yang dialami oleh
filosof-filosof lain, dan pengaruh-pengaruh lingkungan dan suasana terhadap
jalan pikiran mereka tidak bisa dilupakan. Pada akhirnya tidaklah bisa
dipungkuri bahwa dunia Islam telah berhasil membentuk suatu filsafat yang
sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan keadaan masyarakat Islam sendiri.
FILSAFAT ISLAM
A.
PENDAHULUAN
Terlepas dari
bidang politik, Kemenangan dinasti Abasiah[1]
atas di nasti Amawiyah[2] yang menyebabkan perpindahan pusat pemerintah
dunia islam dari Damaskus ke Bagdad, memilki makna yang signifikan bagi
kelahiran dan pengembangan filsafat di dunia Islam. Hal ini di sebabkan, karena
secara geografis Bagdad di kelilingi oleh pusat-pusat pengembangan kebudayaan/filsafat
Yunani, seperti di Iskandaria, Harran, Urfa, Nusaibain, Jundaisapur dan Bagdad
sendiri. Kebudayaan Yunani yang berkembang di kota-kota tersebut berganti
namannya dengan Helleniesme dan yang berada di bawah kekuasaan Romawi di sebut
Hellenisme Romawi.
Walau Usaha Menerjemah telah bermula sejak di nasti Umawiyah, namun
mengalami puncaknya pada di nasti Abasiah, terutama pada zaman Khalifah Harun
al-Rasyid dan Al-Makmum (813-833), Sehingga dalam waktu singkat dunia islam
mampu menyerap kebudayaan yunani.
Kemajuan ini tidak terlepas dari lima faktor, sebagai berikut :
1.
Yaitu
perpindahan Islam dari Damaskus ke bagdad sebagi titik api pengembangan
kebudayaan Yunani. Perpindahan ini menyebabkan Islam vis-a-vis dengan kebudayaan
Yunani, baik dalam kehiupan sehari-hari maupun dalam interaksi Kebudayaan dan Agama.
2.
Kemunduran
Filsafat di kalangan Yunani, Persia, dan Dunia Kristen serta Eropa secara
keseluruhan. Kemunduran ini mendorong para Ilmuan dan Filsafat mau tidak mau
mengambil alih estafeta aktifitas itelektual ke kawasan dunia Islam. Itulah
sebabnya ada pandangan bahwa Islam merupakan penyelamat filsafat, khususnya
Yunani dari kepunahan.
3.
Dorongan
berfilsafat dari ajaran Islam. Dorongan tersebut secara langsung atau tidak
mendapat legitimasi dari Ajaran Islam
ÎA÷sã s #ZÏW2 3 $tBur ã2¤t HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÏÒÈ
Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al
Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang
dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan
hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman
Allah) ( Q.S AlBaqarah:269.).
4.
Kecintaan
Khalifah terhadap ilmu Pengetahuan. Para khalifah, khususnya dinasti Abbasiah,
begitu mencintai Ilmu pengetahuan. Hal
itu di lampiaskan dengan membangun Sebuah lembaga penyediaan sarana dan
prasarana bagi pengembangan ilmu
pengetahuan. Harun Al-Rasyid
Misalnya membangun Sebuah lembaga dengan nama Bayt Al-Hikmah. Yang di
biayai oleh negara.
5.
Kemajuan ekonomi yang di raih dunia islam.
Apapun yang di lakukan tentu sangat terkait dengan dukungan finansial. Namun
kejayaan ekonomi bukanlah faktor yang
mandiri, namun Juga terikat dengan empat faktor lainnya. Kenyataan historis
menunjukan bahwa kejayaan ekonomi terikat dengan kemajuan itu.[3]
Kelima Faktor
ini menyatu padu ibarat orkestra menjadi daya pendorong yang kuat bagi kegiatan
dan pengembangan filsafat di dunia islam. Ketika salah satu dari faktor di atas
menghilang bermula pula penurunan aktifitas keilmuwan, sehingga Mengalami stagnasi yang sangat menyedihkan.
B. PERIODEISASI PERKEMBANGAN FILSAFAT ISLAM
Para Ahli mengajukan aneka
teori tentang periodeisasi perkembangan filsafat islam. Secara global
perkembangan filsafat islam sejak awal sampai kini dapat di bagi kepada lima
periode, sebagai berikut :
1.
Masa
penterjemah dan pengulasan terhadap buku-buku Yunani Yang kemudian di sertai
dengan pemaduan diantara agama dan filsafat. Tokohnya ialah Al-Kindi,
Al-Farabi, Ikhwanussafa, Ibn Sina.
2.
Masa
keritikan terhadap filsafat Islam dengan sedikit menggunakan metode Filasafat.
Tokohnya Imam Al-Ghazali. Dengan bukunya Tahafut al-Falasifah (
kehancurun para filsof ).
3.
Masa
pembelaan terhadap filsafat Islam, baik di belahan barat dunia islam maupun di
belahan timur. Di belahan barat tokohnya
adalah Ibnu Rusyd, dengan bukunya Tahfut al-Tahafut. (kehancuran orang
yang menghancurkan filosof ). Di belahan timur tokohnya ialah Nashiruddin
Thusi dengan bukunya Syarah al-Isyarat wa al-Tanbihat.
4.
Masa
kritikan lanjutan terhadap filsafat islam dengan pendekatan Teologi. Pada fase
ini di lanjutkan dengan keritikan terhadap pemakain metode pikiran dalam
memahami soal-soal akidah, yang berarti mengeritik filsuf dan teolog muslim
dalam memperkuat keimanannya.
5.
Masa
Kefakuman dan peralihan corak filsafat. Sebagai akibat dari serangan gencar
pada fase empat di atas,
6.
aktifitas
filsafat mengalami kefakuman di dunia sunni. Di tambah lagi dengan kegemilangan
Imam Ghazali dengan Universitas Nizamiyahnya. Sedangkan di dunia syi’i filsafat berobah
corak kepada bentuk yang Iluministik(Isyarqi) tokohnya ialah Surahwardi. Ia
mencoba memadukan antara Tasawuf dan Filsafat. Tren di atas terus berlanjut,
sehingga di dunia sunni, baru pada abad 18 aktifitas di mulai, sedang di dunia
Syi’i terus berlangsung, bahkan ke arah
yang lebih matang dengan tampilnya Mulla Sadra yang berupaya mengadakan
sintesa seluruh sistem pemikiran di Dunia Islam.
C. PARA FILSUF MUSLIM DAN PEMIKIRANNYA
1. 1.
Al-Kindi ( 185-260 H / 801-873M )
Biografinya :
Nama Lengkapnya Abu Yusuf bin Ishak, anak seorang gubernur Kufah
dan mempunyai keturunan langsung kepada Yaqub bin Qathan nenek pertama suku
Arabia Selatan. Karena itulah beliau digelar dengan Filosof Arab, karena
beliaulah satu-satunya Filosoft muslim yang berasal dari keturunan Arab. Lainya
keurunan ras lain, seperti Persia dan Turki.
Al-Kindi lahir
tahun 185 H/801M dan wafat tahun 260 H bertepatan dengan tahun 873 M. Al-kindi
hidup dalam kecemerlangan dunia Islam dalam fase dinasti Abbasiah. Perestasi
intelektualnya bermula ketika dia
diangkat sebagai guru pribadi Ahmad,
Putra Al-Mu’tashim, salah seorang khalifah Abbasiah. Sayangnya tidak semua senang dengan prestasi ini. Musa dan Ahmad, putra Ibnu Syakir, dengan
licik mempengruhi Khalifah al-Mutawakkil agar memusuhi Al-Kindi. Sang Khalifah
terpengaruh, sehingga karya-karyanya di sita dan di kucilkan[4].
Namun sebagai ilmuwan, ia tetap mengembangkan kajian Filasafat hingga ia Wafat.
Karya-karyanya :
Al-Kindi
merupakan filsuf yang produktif, terbukti dengan banyaknya karya beliau. Paling
tidak terdapat 270 buah karya Al-Kindi[5]
yang di kelompokan pada 17 kelompok, yaitu mengenai filsafat, logika, Ilmu
Hitung, globular, musik, astronomi, geometri, sperikal, Antrologi, dialektika,
kriptologi, psikologi politik, meteorologi, dimensi, benda-benda pertama dan spesies tertentu logam dan kimia.
Sayngnya tidak
semua karya-karya itu di temukan.
Pelacakan terakhir menemukan 25 Risalah Al-Kindi yang tersebar di turki oleh
Ritter, temuan ini mendorong para Ahli
menyunting tulisan-tulisan beliau M.Guini dan R Wazler, menyunting karya-karya
Al-Kindi dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Latin.
Pemikirannya :
Sebagai Filsuf, Al-Kindi merumuskan pemikiran kefilsafatan. Disini kami Uraikan hanya dua kajian
terpenting, yaitu hubungan agama dengan filsafat dan kajian ketuhanan ( metafisika ).
1.
Hubungan
Agama dengan Filsafat
Problema pertama yang di hadapi para filsuf muslim ialah “Bagaimana
memadukan kebenaran Agama yang bersumber dari kitab suci dengan kebenaran
filsafat yang bersumber dari manusia
yang sebagian ajarannya di pandang bertentangan dengan ajaran Agama Islam”.
Untuk menghindari pertentangan ini Al-Kindi mengadakan pemaduan dari memposisikan filsafat. Menurut Al-Kindi
Filsafat adalah “ Ilmu tentang segala sesuatu yang di pelajari orang menurut
kadar kemampuannya.”[6]
Al-Kindi menyebutkan
bidang ketuhanan sebagai Filsafat
pertama (al-falsafah al-ula), merupakan bidang yang paling utama, karena
membicarakan kebenaran yang pertama (Al-Haqq Al-Awal), yaitu Tuhan. Oleh
karena Filsafat membicarakan tentang tuhan, maka di antara agama dan filsafat
tidak terdapat pertentangan.
Lebih jauh
Al-Kindi mengatakan :
Seyogiyanya
kita tidak merasa malu untuk menerima kebenaran dan mengambilnya tanpa peduli
dari sumbermana datangnya; bahkan kalaupun kebenaran itu datang dari
bangsa-bangsa Asing. Sebab bagi para
pencari kebenaran, tidak ada nilai yang lebih tinggi dari kebenaran itu
sendiri. Kebenaran tidak pernah menghindar dari orang yang menerimanya;
kebenaran tidak pernah merendahkan orang yang menerima kebenaran, sebaliknya
selalu membuatnya mulia.
Menurut Al-Kindi, keselarasan agama dengan filsafat di dasarkan
pada tiga alasan, yaitu Ilmu agama merupakan bagian dari filsafat, kebenaran
wahyu yang di turunkan kepada Nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian,
dan menuntut ilmu, secara logika , di anjurkan oleh agama.
Dengan demikian orang yang menolak filsafat sama dengan menolak kebenaran, dan
2.
Metafisika
Pemikiran Al-Kindi tentang ketuhanan termaktub dalam karyanya yang
berjudul Fi Falsafah Al-Ultaa. Dalam karyanya ini, Al-Kindi mengatakan :
Allah adalah wujud yang haqq, yang tidak
ada ketiadaan selama-lamanya yang senantiasa dan akan seslalu demikian wujudnya
secara abadi. keberadaan tuhan tersebut
bersifat Esa dalam bilangan dan Esa dalam zat. Esensinya tidak mengndung
kejamakan, karena Allah tidak mempunyai materi tidak sebagai rangkaian, tidak
jenis dan macam (species and diffrentia).
Dengan demikian Tuhan adalah wujud yang paling murni, sebagai penyebab
pertama (first cause), yang ada dengan
sendirinya, bukan karena wujud lain, zatnya menciptakan bukan di ciptakan.
Al-Kindi membagi hakikat segala yang ada kepada hakikat partikular
yang di sebutnya dengan Aniah, dengan hakikat yang universal (kulli)
yang di sebut dengan mahiyah dalam bentuk genus dan spesies.
Tuhan bersifat Esa, karena dia bukan Aniyah dan mahiyah.
Untuk membuktikan Adanya Tuhan, Al-Kindi menggunakan tiga Argumen,
sebagai berikut :
1.
Barunya
Alam
2.
Keseragaman
dan kesatuan
3.
Pengendalian
Dengan demikian keberadaan Tuhan
rasional adanya secara akali dan empiris.
22.
Al-Farabi ( 258-339 H/870-950 M )
Biografinya :
Nama lengkapnya
ialah Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tharkhan, lahir di wasij, distrik
Farab, Turkestan dari seorang Ayah Persia dan Ibu Turki. Karena itu, berbeda
dengan Al-Kindi, Al-Farabi bukan keturunan Arab, melainkan keturunan Persia-Turki. Beliau di kenal juga
dengan nama Abu Nasher, atau Avempes dalam literatur Barat.
Seagi Anak
pejabat Al-Farabi memperoleh pendidikan berbagai disiplin ilmu, yaitu bahasa,
sastra, logika, filsafat kepada Guru-guru terkenal, Seperti Abu Bakar Al-Saraj,
bisyh Mattius bin Yunus, Yuhana Ibn Hailam dll. Awal karirnya bermula ia
berkenalan dengan sultan dinasti Hamadan di Aleppo, yaitu Syaifud Daulah
al-Hamdani. Perkenalan ini membawanya sebagai ulama Istana, Di sinilah ia
mengembangkan aktivitas filsafanya. Namun karena pertentangan politik ia keluar
dari istana samapi ai wafat dalam usia
80 Tahun.
Karya-karyanya:
Beliau adalah
Filsuf besar muslim yang banyak menyusun karya Filsafat, bahkan memadukan
beberapa kejanggalan-kejanggalan, terutama antara Plato dan Aristoteles.
Pemikiran ini di tulis dalam buku Al-Jam’u Bayna R’yay al- ahakimayn;
Aflaton wa Aristo. Ulasannya yang mendalam terhadap karya Aristoteles
menyebabkan ia di gelar sebagai Aristoteles ke dua (Aristo Al-tsaniy).
Selain karya di atas, karya penting
lainnya ialah :
a.
Ara’u
Ahl Madinah al-fadhilah, kajian
tentang politik.
b.
Maqalat
fi Ma’ani al-Aql, berisi ulasan
tentang Akal
c.
Al-Ibanah’An
Ghadhi Aristo fi Kitabi Ma Ba’da al-Thabi’ah.
Berisikan tentang ulasan mengenai Metafisika Aristoteles.
d.
Al-Masa’il
al- Falsafiyah wa Ajiwibah’Anha,
berisikan tentang kajian Filsafat.
e.
Dan
Lain-lain.
Pemikirannya :
Seperti
di jelaskan di atas, pemikiran Al-Farabi mencangkup beberapa aspek, namun di
batasai pada tiga masalah utama, sebagai berikut :
1.
Kesatuan
Filsafat
Menurut Al-Farabi, pemikiran
para filsuf Yunani (khususnya Plato dan Aristoteles) pada hakikatnya merupakan
suatu ksatuan yang sistematik, sehingga tidak terdapat pertentangan di antara
kedua tokoh tersebut. Pemikiran ini di tuangkan kedalam karyanya, Al-jam’u
Bayna Ra’yay al-Hakimyn : Afalton wa Aristo.
2.
Ketuhanan
Membicaarakan ketuhanan Al-Farabi mengtakan : “Allah adalah wujud
yang tidak mempunyai hole (benda) dan tidak mempunyai form (bentuk) yang
sifatnya asli dan tanpa permulaan, serta selalu ada tiada akhir. Untuk
membuktikan kesempurnaan wujud tuhan, Al-Farabi membagi wujud dalam dua
tingkatan yaitu :
·
Wujud
yang ada atau mungkin ada karena/ di sebabkan yang lainnya,(al-wujud bighairi)
·
Wujud
yang mengada dengan sendirinya,( al-wujud binafsihi).
3. 3.
Penciptaan
Alam (Emanasi)
Permasalahan
yang muncul di dalam kajian penciptaan Alam ialah, Apakah alam muncul langsung
dari tuhan atau tidak, kemudian Apakah Alam di ciptakan dari tiada atau dari
suatu yang ada. Al-Farabi menyatakan bahwa Alam berasal dari Tuhan, namun
melalui beberapa tahapan, karena alam berasal dari tuhan, maka Alam di ciptakan
bukan dari tiada melainkan dari suatu
potensi (esensi) yang sudah ada, langsung dari tuhan.
Rumusan itu
tertuang dalam teori Emanasi atau teori Urutan-urutan wujud.
Tuhan (akal
murni), memikirkan dirinya = Akal Pertama
Akal ke 1, memikirkan
Tuhan = Akal ke 2 (Wujud ke-1)
memikikan
dirinya =Langit Pertama
Akal ke 2 memikirkan Akal ke 2 =
Akal ke 3 (Wujud ke 2)
Memikirkan
dirinya = Bintang-bntang
Akal ke 3 memikirkan Akal ke 2 =
Akal ke 4 (Wujud ke 3)
Memikirkan
dirinya = Saturnus
Akal ke 4 memikirkan Akal ke 3 =
Akal ke 5 ( Wujud ke 4)
Memikirkan
dirinya = Jupiter
Akal ke 5 memikirkan Akal ke 4 =
Akal ke 6 ( Wujud ke 5)
Memikirkan
dirinya = Mars
Akal ke 6 memikirkan Akal ke 5 =
Akal ke 7 (Wujud ke 6)
Memikirkan
dirinya = Matahari
Akal ke 7 memikirkan
Akal ke 6 = Akal ke 8 (Wujud ke 7)
Memikirkan
dirinya = Venus
Akal ke 8 memikirkan
Akal ke 7 = Akal ke 9 (Wujud ke 8)
Memikirkan
dirinya =Merkurius
Akal ke 9 memikirkan
Akal ke 8 = Akal ke 10 (Wujud ke 9)
Memikirkan
dirinya = Bulan
Akal ke 10 memikirkan Akal ke 9 =
tidak memikirkan akal lain
Memikirkan
dirinya = Bumi, Api, air, udara dan
tanah.
Dari teori di
atas terdapat sembilan akal dan sepuluh wujud yang membatasi tuhan dengan alam
semesta, melalui teori ini ada dua hal yang ingin di tampilkan Al-Farabi.
a.
Al-Farabi
menyatakan bahwa di antara tuhan dengan manusia terdapat jarak yang sangat
jauh. dengan adanya jarak ini keesaan tuhan tetap utuh. Al-Farabi tetap
berpegang pada asa bahwa dari yang satu pasti satu yang muncul.
b.
Melalui
teori ini pula, Al-Farabi berupaya sejalan dengan ajaran islam tentang adanya
permulaan ciptaan.
4.
Negara
Ideal (al-Madinah al-Fadhilah)
Sebagai pemikir
Universal, kajian mengenai negara tidak luput dari pemikiran Al-Farabi,
menurutnya, negara sama saja dengan tubuh manusia yang mempunyai kepala, badan,
tangan, kaki, jantung, dan lain-lain. Dari semua unsur yang paling penting
ialah kepala yang di ibaratkan Al-Farabi sebagai kepala negara yang ideal ialah yang di perinatah oleh kepala
negara yang memiliki aneka kualifikasi yaitu cerdas, memiliki ingatan yang
baik, pikiran yang tajam, mencintai pengetahuan, mencintai kejujuran, murah hati,
sederhana, mencintai keadilan, pemberani, sehat jasmani, dan pandai berbicara.
Semua karakter
ini ada pada Nabi, namun karena nabi sudah tida, posisinya di gantikan oleh
filsuf. Oleh karena itu, jabatan kepala negara ideal harus di pegang oleh
Filsuf. Menurut Al-Farabi, selain negara ideal di atas terdapat empat bentuk
negara lainnya, yaitu :
a.
Negara
Jahil ( المد ينة
اهلة ).
b.
Negara
Fasik ( المد ينة الفا
سقة ).
c.
Negara
Sesat ( المد ينة الضا
لة ).
d.
Negara
yang Berubah
( المد ينة المتبد لة
).
KESIMPULAN
Menurut Al-Kindi
filsafat adalah pengetahuan yang benar ( knowledge of truth). Al-Qur’an yang
membawa argumen-argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin
bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan oleh filsafat. Karena itu mempelajari
filsafat dan berfilsafat tidak dilarang bahkan teologi bagian dari filsafat,
sedangkan umat Islam diwajibkan mempelajari teologi. Bertemunya agama dan
filsafat dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari
keduanya. Agama disamping wahyu mempergunakan akal, dan filsafat juga
mempergunakan akal. Yang benar pertama bagi Al-Kindi ialah Tuhan. Filsafat
dengan demikian membahas tentang Tuhan dan agama ini pulalah dasarnya. Filsafat
yang paling tinggi ialah filsafat tentang Tuhan.
Al-Farabi sebagai filosof Islam yang
pertama kali membawa wacana filsafat secara lebih mendalam. Ia mendirikan
tonggak-tonggak filsafat Islam yang kemudian banyak diikuti oleh filosof Islam
yang lain. Gelar Guru Kedua terhadap dirinya membuktikan keseriusannya dalam membina
filsafat Islam walaupun harus berjuang keras untuk itu. Walaupun pemikiran
metafisikanya banyak dikritik oleh pemikir muslim belakangan seperti
al-Ghazali.terutama dalam metafisika emanasi, figur al-Farabi masih menarik
untuk didiskusikan. Sumbangannya dalam bidang fisika, metafiska, ilmu politik,
dan logika telah memberinya hak untuk menempati posisi terkemuka yang tidak
diragukan lagi diantara filosof-filosof Islam.
[1]
Dinasti kedua islam setelah dinasti Umaiyah, yang di bangun oleh Abdul Abbas
al-Safah yang berpusat diBaghdad. Dinasti ini berlangsung kurang lebih setengah abad (750-1258)
[2]
Dinasti pertama yang berlangsung lebih kurang 94 tahun(632-750 M) setelah
berakhirnya masa Nabi dan sahabat, Di bangun oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang
berpusat di Siria.
[3]
. Sebagai Ilustrasi betapa keterkaitan ekonomi dengan pengembangan ilmu pengetahuan dapt di lihat
pada kasus penerjemahan. Ketika masa kejayaan para penguasa islam memberikan
imbalan emas seberat buku yang di terjemahkan ini tentu ssangat mendorong bagi upaya penerjemahan, sebagai
awal transformasi ilmu pengetahuan ke dunia islam.
[4].
Ibn Aabi Ushaibah, Thabawat al-athibba’, Volume 1 (kairo,tt) hlm.207
[5]
. Karya- karya ini telah tertuang secara lengkap dalam Thawil Akhyar Dasuki,
sebuh kompilasi filsafat islam ( semarang: Dunia Utama,1993), hlm2-20
[6]
. M.M Syarif, Ed, Para filsosof Muslim (Bandung: Mizan,cet XI,1998), hlm 13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar