Chrome Pointer

Selasa, 24 September 2013

TEORI-TEORI BELAJAR

A. Pengertian Teori Belajar

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil atau tidaknya pencapai tujuan pendidikan hanya bergantung kepada bagaimana proses belajar yang di alami oleh murid sebagai anak didik. Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang penting, dalam upaya mempertahankan hidup dan mengembangkan


diri. Melalui belajar seseorang dapat memahami sesuatu konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan tingkah laku, sikap, dan ketrampilan. Pernyataan di atas didukung oleh Gagne dalam buku Ratna Wilis bahwa Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.” Kutipan diatas dapat diartikan bahwa belajar membutuhkan waktu yang lama dan melalui proses perubahan perilaku dan pola pikir dari seseorang.

Belajar menurut Drs. Bambang Warsita bahwa Belajar merupakan suatu

kumpulan proses yang bersifat individu, yang mengubah stimulasi yang datang dari lingkungan seseorang ke dalam sejumlah informasiyang selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka panjang.” Menurut Prof. Dr. Made Pidarta, belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat relatif permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat atau kecelakaan) dan bisa melaksanakanya pada pengetahuan lain serta mampu mengkomunikasikanya kepada orang lain.

Berdasarkan beberapa pengertian belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku dan pola pikir baik yang berupa pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap, dimana perubahan- perubahan yang dialami bersifat relatif permanen atau jangka panjang yang merupakan hasil dari pengalaman hidup manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Teori menurut Ratna Wilis menyatakan bahwa “ Teori-teori berarti sejumlah proposisi-proposisi yang terintegrasi secara sintatik (artimya, kumpulan proposisi ini mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat menghubungkan secara logis proposisi yang satu dengan proposisi yang lain dan pada data yang diamati) dan yang digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diamati”. Teori adalah cara-cara atau metode yang digunakan untuk mempelajari atau meneliti sesuatu dalam sesuatu proses pembelajaran.
Berarti teori belajar adalah cara-cara yang digunakan untuk memahami tingkah laku individu yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan.

Sedangkan pengertian belajar seperti yang sudah diuraikan di atas bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku yang berasal dari hasil pengalaman. Jadi, belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika belajar berlangsung. Penjelasan tentang apa yang terjadi merupakan teori-teori belajar. Teori belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan belajar, sehingga membantu kita memahami proses kompleks inheren pembelajaran. Berdasarkan pengertian- pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa teori belajar merupakan suatu upaya yang dilakukan seseorang untuk membantu dalam memahami pada saat proses pembelajaran. Jadi, teori belajar merupakan proses dimana dalam proses belajar menghasilkan pengajaran yang baik, manjemen yang baik dengan menggunakan teori belajar yang relevan, sesuai dan disukai sehingga tujuan belajar yang diinginkan bisa tercapai.


B. MACAM MACAM TEORI BELAJAR

1. Teori Belajar Behavioristik
Teori Behavioristik merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gagne dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau memperoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka
Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.

Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut. Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.

Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.

Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.

Tokoh-Tokoh Teori Behavioristik

a. Adward lee thorndike

Adward lee thorndike lahir tnggal 31 Agustus 1874 di Williamsburg, dan Meninggal tanggal 10 Agustus 1949 di Montrose, New York.

Ia adalah seorang psikolog Amerika yang menghabiskan hampir seluruh karirnya di Teachers College, Columbia University. Masa kanak-kanak dan Pendidikannya adalah sebagai anak seorang pendeta Metodis di Lowell, Massachusetts. Thorndike lulus dari The Roxbury Sekolah Latin (1891), di West Roxbury, Massachusetts, Wesleyan University (BS 1895), Harvard University (MA 1897), dan Columbia University (PhD. 1898).

Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Eksperimen thorndike ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Jadi belajar dengan “Trial and error” itu di mulai dengan adanya beberapa motif yang mendorong keaktivan. Dengan demikian, untuk mengaktifkan anak dalam belajar dibutuhkan motivasi.

Objek penelitian di hadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon situasi itu, dalam hal ini objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu reaksi dengan stimulasinya.

Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atu teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberi sumbangan yang cukup besar di dunia pendidikan tersebut maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan.

Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang coba kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap respons menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan respons lagi, demikian selanjutnya, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:

Dalam percobaan tersebut apabila di luar sangkar diletakkan makanan, maka kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak tersengaja kucing telah menyentuh kenop, maka terbukalah pintu sangkar tersebut, dan kucing segera lari ke tempat makan. Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali, dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat dengan sengaja menyentuh kenop tersebut apabila di luar diletakkan makanan

Ciri-ciri belajar dengan trial and error :

1. Ada motif pendorong aktivitas
2. ada berbagai respon terhadap situasi
3. ada aliminasi respon-respon yang gagal atau salah
4. ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.

Teori belajar koneksionisme ini ada juga keberatan-keberatannya antara lain:
a. belajar menurut teori ini bersifat mekanistis. Bila diberikan S dengan sendirinya atau secara mekanis/otomatis timbul R. latihan-latihan ujian banyak berdasarkan pendirian ini.
b. Pelajaran bersifat teacher-centered. Yang terutama aktif adalah guru. Dialah yang melatih anak-anak dan yang menentukan apa yang harus diketahui oleh anak-anak.
c. Anak-anak pasif artinya kurang didorong untuk aktif berfikir, tak turut menentukan bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.
d. Teori ini membutuhkan pembentukan meteriil, yaknimenumpuk pengetahuan, dank arena itu sering menjadi intelektualis. Knowledge is power. Pengetahuan dianggap berkuasa.

Menurut Thorndike terdapat tiga hukum belajar yang utama yaitu :

1. The Law of Effect (Hukum Akibat)
Hukum akibat yaitu hubungan stimulus respon yang cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya

2. The Law of Exercise (Hukum Latihan)

o Hukum latihan yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Dalam hal ini, hukum latihanmengandung dua hal

o The Law of Use : hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah kuat, kalau ada latihan yang sifatnya lebih memperkuat hubungan itu

o The Law of Disue : hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah lemah atau terlupa kalau latihan-latihan dihentikan, karena sifatnya yang melemahkan hubungan tersebut.

c. The Law of Readiness (Hukum Kesiapan)

Hukum kesiapan yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat. kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. untuk memandang persoalan pembelajaran sebagai persoalan hubungan (koneksi) antara simuli dan respon. (respon berwujud item perilaku, sementara Stimolus bisa berwujud sembarang input energi yang cenderung untuk mempengaruhi perilaku. Para teoritisi koneksionis pada umumnya berasumsi bahwa semua respon dihasilkan oleh stimuli. Koneksi –koneksi ini merupakan bentuk sederhana dari variabel perantara dan disebut dengan berbagai macam nama seperti kebiasaan (habit) atau hubungan stimulus respon (stimulus response bonds). Akan tetapi, titik tekan diletakkan pada respon yang terjadi, stimulus (dan barangkali kondisi lainya) yang menghasilkannya, dan bagaimana berubahnya hubungan antara stimuli dan respon tersebut seiring pengalaman yang dialami.

Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan

a. Ivan Petrovich Pavlov

Pembiasaan klasikal (Classical Conditioning) merupakan tipe belajar yang menekankan stimulus netral memerlukan kapasitas untuk merangsang respon yang secara orisinil terangsang oleh stimulus yang lain. Proses ini dinamakan juga respondent conditioning yang pertamakali diperkenalkan oleh Ivan Pavlov pada tahun 1903.

Ivan Petrovich Pavlov adalah ahli fisiologi ternama Rusia yang mendapatkan penghargaan Nobel (dalam penelitian tentang pencernaan). Dia seorang ilmuan yang penuh dedikasi, yang terobsesi dengan penelitiannya. Dia telah meneliti tentang proses pencernaan anjing, ketika dia mengetahui bahwa anjing dapat dilatih untuk mengeluarkan air liur untuk merespon bunyi bell. Sebagai stimulus netral, bunyi bell memang tidak menghasilkan respon air liur anjing. Untuk mengubah agar bunyi bell itu dapat menghasilkan respon, maka Pavlov menyertakan (memasang) bell dengan bubuk daging (stimulus yang melahirkan respon keluarnya air liur). Melalui proses ini, bell mempunyai kemampuan untuk menghasilkan respon keluarnya air liur. Proses ini juga menunjukan, bahwa refleks-refleks itu dapat dipelajari.

Pembiasaan klasikal (Classical Conditioning) merupakan tipe belajar yang menekankan stimulus netral memerlukan kapasitas untuk merangsang respon yang secara orsinil terangsang oleh stimulus yang lain. Proses ini dinamakan juga respondent conditioning yang pertama kali diperkenalkan oleh Ivan Pavlov pada tahun 1903.

Dalam uji coba Pavlov, keterkaitan antara bubuk daging dengan air liur merupakan hubungan yang alami (natural) yang tidak diciptakan melalui “conditioning”. Bubuk daging ini merupakan stimulus tak bersyarat (uncoditioning stimulus : UCS), sementara keluarnya air liur merupakan respon tak bersyarat (uncoditioning respons : UCR)

UCS merupakan stimulus yang membangkitkan UCR tanpa didahului “conditioning”. Sementara UCR adalah reaksi yang tidak dipelajari terhadap UCS yang terjadi tanpa didahului “conditioning”. Hubungan antara bell dengan air liur tejadi melalui “conditioning”, sehingga bell menjadi “conditioned stimulus” (CS), yaitu stimulus netral yang memiliki kapasitas untuk membangkitkan “conditioned respons” melalui “conditioning”. Sementara “conditioned respons” (CR) merupakan reaksi yang dipelajari terhadap CS yang terjadi, karena didahului dengan “conditioning”. Dalam percobaan Pavlov, air liur anjing merupakan UCR ketika terangsang oleh UCS (bubuk daging), dan CR (air liur) keluar karena terangsang oleh CS (bell).

Penemuan Pavlov ini juga terkenal dengan sebutan “Conditioned reflex”. Respons yang bersyarat dipandang sebagai reflex, sebab kebanyakan dari respon-respon tersebut relative tidak disengaja atau di luar kemauan.

Peran “classical Conditioning” dalam membentuk kepribadian adalah memberikan kontribusi terhadap pembentukan respon-respon emosional, seperti rasa takut, cemas atau phobia. Kontribusi ini relative kecil, namun sangat penting dalam pembentukan reaksi-reaksi emosional yang maladaptive. Contoh: seorang wanita usia tengah baya yang mengalami phobia akan jembatan, yaitu merasa takut untuk menyebrang di jembatan jalan layang, karena mempunyai pengalaman yang sangat menakutkan pada waktu kecil

b. Burhuss Frederic Skinne
Burhuss Frederic Skinner lahir pada tanggal 20 Maret 1904 di sebuah kota kecil bernama Susquehanna, Pennsylvania. Ayahnya adalah seorang pengacara dan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang baik. Ia merefleksikan tahun-tahun awal kehidupannya sebagai suatu masa dalam lingkungan yang stabil, di mana belajar sangat dihargai dan disiplin sangat kuat. Skinner mendapat gelar BA-nya dalam sastra bahasa inggris pada tahun 1926 dari Presbyterian-founded Humilton College. Setelah wisuda, ia menekuni dunia tulis menulis sebagai profesinya selama dua tahun. Pada tahun 1928, ia melamar masuk program pasca sarjana psikologi Universitas Harvard. Ia memperoleh MA pada tahun 1930 dan Ph.D pada tahun 1931. Pada tahun 1945, dia menjadi kepala departemen psikologi Universitas Indiana. Kemudian 3 tahun kemudian, tahun 1948, dia diundang untuk datang lagi ke Universitas Harvard. Di Universitas tersebut dia menghabiskan sisa karirnya. Skinner adalah seseorang yang aktif dalam berbagai kegiatan, seperti melakukan berbagai penelitian, membimbing ratusan calon doktor, dan menulis berbagai buku. Meski tidak sukses sebagai penulis buku fiksi dan puisi, ia menjadi salah satu penulis psikologi terbaik. Salah satu karyanya yang terkenal adalah Walden II. Pada tanggal 18 Agustus 1980, Skinner meninggal dunia karena penyakit Leukemia.

Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Untuk lebih lengkapnya penulis akan membahas teori kondisioning operan pada bagian berikut ini.

Kondisioning Operan menurut B.F. Skinner

Asas pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930-an, pada waktu keluarnya teori S-R. Pada waktu keluarnya teori-teori S-R. pada waktu itu model kondisian klasik dari Pavlov telah memberikan pengaruh yang kuat pada pelaksanaan penelitian

Skinner tidak sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan reflex bersyarat dimana stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Menurut Skinner penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap untuk menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan lingkungannya. Bukan begitu, banyak tingkah laku menghasilkan perubahan atau konsekuensi pada lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap organisme dan dengan begitu mengubah kemungkinan organisme itu merespon nanti

Asas-asas kondisioning operan adalah kelanjutan dari tradisi yang didirikan oleh John Watson. Artinya, agar psikologi bisa menjadi suatu ilmu, maka studi tingkah laku harus dijadikan fokus penelitian psikologi. Tidak seperti halnya teoritikus-teoritikus S-R lainnya, Skinner menghindari kontradiksi yang ditampilkan oleh model kondisioning klasik dari Pavlov dan kondisioning instrumental dari Thorndike. Ia mengajukan suatu paradigma yang mencakup kedua jenis respon itu dan berlanjut dengan mengupas kondisi-kondisi yang bertanggung jawab atas munculnya respons atau tingkah laku operan.
Kondisian operan adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari prilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan diulangi. Inti dari teori behaviorisme Skinner adalah Pengkondisian operan (kondisioning operan). Ada asumsi yang membentuk landasan untuk kondisioning.

Asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut

a. Belajar itu adalah tingkah laku.

b. Perubahan tingkah-laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan.

c. Hubungan yang berhukum antara tingkah-laku dan lingkungan hanya dapat di tentukan kalau sifat-sifat tingkah-laku dan kondisi eksperimennya di devinisikan menurut fisiknya dan di observasi di bawah kondisi-kondisi yang di control secara seksama

d. Data dari studi eksperimental tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.

Menurut Skinner (J.W. Santrock, 272) unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement ) dan hukuman (punishment).Penguatan dan Hukuman. Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.

Menurut Skinner penguatan berarti memperkuat, penguatan dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a. Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).
b. Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang oomerugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).
Satu cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif dan penguatan negatif adalah dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh. Dalam penguatan negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau di hilangkan. Adalah mudah mengacaukan penguatan negatif dengan hukuman. Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa penguatan negatif meningkatkan probabilitas terjadinya suatu prilaku, sedangkan hukuman menurunkan probabilitas terjadinya perilaku.

1. Teori Belajar Kognitif

Salah satu teori belajar yang dikembangkan selama abad ke-20 adalah teori belajar kognitif, yaitu teori belajar yang melibatkan proses berfikir secara komplek dan mementingkan proses belajar. Menurut Drs. H. Baharuddin dan Esa Nur wahyuni (2007: 89) yang menyatakan” aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukan sekedar stimulus da respons yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam individu yang sedang belajar”. Kutipan tersebut di atas berarti bahwa belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat dan menggunakan perilaku, sehingga perilaku yang tampak pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan dan lain sebagainya.

teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model belajar behavioristik yang mempelajari proses belajar hanya sebagai hubungan stimulus-respon, model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasiyang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.

Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan konteks situasi tersebut. Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna. Teori ini berpandangan bahwabelajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Teori belajar kognitif menurut Drs. Bambang Warsita yang beranggapan bahwa” Belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman”. Maksudnya bahwa belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat dilihat sebagai tingkah laku. Dimana teori ini menekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian suatu situasi saling berhubungan dalam kontek situasi secara keseluruhan.

Seperti juga di ungkapkan oleh Winkel (1996:53) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas.”
Hal ini berarti bahwa perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh pengalaman hidup yang dialami oleh manusia, dimana pengalaman tersebut bersifat relatif menjadi proses belajar yang membekas dalam fikiran manusia. Selain itu teori belajar kognitif memandang “belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi, terut
ama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal berfikir, yakni proses pengolahan informasi.

Yang termasuk teori belajar kognitif adalah:

1. Teori belajar Pengolahan Informas

Apabila informasi itu diperhatikan, maka informasi itu disampaikan ke memori jangka pendek dan sistem penampungan memori kerja. Apabila informasi di dalam kedua penampungan tersebut diulang-ulang atau disandikan, maka dapat dimasukkan ke dalam memori jangka panjang.

Kebanyakan, peristiwa lupa terjadi karena informasi di dalam memori jangka pendek tidak pernah ditransfer ke memori jangka panjang. Tapi bisa juga terjadi karena seseorang kehilangan kemampuannya dalam mengingat informasi yang telah ada di dalam memori jangka panjang. Bisa juga karena interferensi, yaitu terjadi apabila informasi bercampur dengan atau tergeser oleh informasi lain.

Ada 2 bentuk pelancaran dalam membangkitkan ingatan, yaitu:
a. pelancaran proaktif
Seseorang mengingat informasi sebelumnya apabila informasi yang baru dipelajari memiliki karakter yang sama.
b. pelancaran retroaktif
Seseorang mempelajari informasi baru akan memantapkan ingatan informasi yang telah dipelajari.

2. Teori belajar Kontruktivisme

Teori belajar konstruktivisme ini bertitik tolak daripada teori pembelajaran Behaviorisme yang didukung oleh B.F Skinner yang mementingkan perubahan tingkah laku pada pelajar. Pembelajaran dianggap berlaku apabila terdapat perubahan tingkah laku kepada pelajar, contohnya dari tidak tahu kepada tahu. Hal ini, kemudiannya beralih kepada teori pembelajaran Kognitivisme yang diperkenalkan oleh Jean Piaget di mana ide utama pandangan ini adalah mental. Semua dalam diri individu diwakili melalui struktur mental dikenal sebagai skema yang akan menentukan bagaimana data dan informasi yang diterima, difahami oleh manusia. Jika ide tersebut sesuai dengan skema, ide ini akan diterima begitu juga sebaliknya dan seterusnya lahirlah teori pembelajaran Konstruktivisme yang merupakan pandangan terbaru di mana pengetahuan akan dibangun sendiri oleh pelajar berdasarkan pengetahuan yang ada pada mereka. Makna pengetahuan, sifat-sifat pengetahuan dan bagaimana seseorang menjadi tahu dan berpengetahuan, menjadi perhatian penting bagi aliran konstruktivisme.

Pembelajaran konstruktivistik adalah pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Teori ini akan kita bahas dalam pemabahasan selanjutnya.

Pandangan konstruktivis mengemukakan bahwa belajar merupakan usaha memberi makna oleh siswa terhadap pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju kepada pembentukan struktur kognitifnya. Proses belajar sebagai usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamnnya melalui proes asimilasi dan akomdasi, akan membentuk suatu konstruksi pengetahuan yang menuju kepada kemutakhiran struktur kognitifnya. Guru-guru konsytruktivistik yang mengakui dan menghargai dorongan diri manusia/siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, kegaiata pembelajaran yang dilakukannya akan diarahkan agar terjadi aktivitas konstruksi pengetahuan oleh siswa secara optimal.

Tokoh – tokoh Teori Belajar Kognitif

1. Jean Piaget

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Menurut Piaget dalam buku “Teknologi Pembelajaran” Yang menjelaskan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu prosess genetika yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistem syaraf. Dalam buku “Psikologi Pendidikan” karya Wasty Soemanto (1997:123) yang menyatakan teori belajar piaget disebut cognitive-development yang memandang bahwa proses berfikir sebagai aktivitas gradual dari pada fungsi intelektual dari kongkrit. Belajar terdiri dari tiga tahapan yaitu :asimilasi, akomodasi dan equilibrasi. Piaget juga mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Proses belajar yang dialami seorang anak berbeda pada tahap satu dengan tahap lainnya yang secara umum semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka semakin teratur dan juga semakin abstrak cara berpikirnya. Oleh karena itu guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif anak didiknya serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan tahapannya.


Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi beberapa tahap yaitu:
a. Tahap sensory – motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
b. Tahap pre – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.

c. Tahap concrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.d. Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalahanak sudah mampu berpikir abstrak dan logisdengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”.

Menurut Jean Piaget, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
a. Asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa), dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) itu yang disebut asimilasi.
b. Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika siswa diberi soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik itu yang disebut akomodasi.
c. Equilibrasi (penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang memerlukan proses penyeimbangan antara “dunia dalam” dan “dunia luar”.
Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensori motorik tentu lain dengan yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (pra-operasional) dan lain lagi yang dialami siswa lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi (operasional kongrit dan operasional formal). Jadi, secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang, semakin teratur (dan juga semakin abstrak) cara berfikirnya.

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

2. David Ausubel

Menurut Ausubel “belajar haruslah bermakna, materi yang dipelajari diasimilasi secara nonarbitrer dan berhubungan dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya”(2008:72). Hal ini berari bahwa pembelajaran bermakna merupakan suatu proses yang dikaitkan dengan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif peserta didik. Dimana Proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta saja, tetapi merupakan kegiatan yang menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Jadi guru harus menjadi perancang pembelajaran dan pengembang program pembelajaran dengan berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang dimiliki peserta didik dan membantu memadukan secara harmonis dengan pengetahuan baru yang dipelajari.
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika “pengatur kemajuan (belajar)” didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. David Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli psikologi kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel menggunakan istilah “pengatur lanjut” (advance organizers) dalam penyajian informasi yang dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna. Selanjutnya dikatakan bahwa “pengatur lanjut” itu terdiri dari bahan verbal di satu pihak, sebagian lagi merupakan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik di pihak lain. Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa.. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan lebih bermakna dari pada kegiatan belajar. Dengan ceramahpun asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistimatis akan diperoleh hasil belajar yang baik pula. Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan tipe belajar, yaitu:

a. Belajar dengan penemuan yang bermakna.
b. Belajar dengan ceramah yang bermakna.
c. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna.
d. Belajar dengan ceramah yang tidak bermakna.

Dia berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan bermakna, karena belajar dengan menghafal, peserta didik tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa belajar itu akan lebih berhasil jika materi yang dipelajari bermakna.
3. Jerome Bruner

Berdasarkan Drs. Wasty Soemanto (1997:127) dan Drs. Bambang warsita(2008:71) dimana Jarome Bruner mengusulkana teori yang disebutnya free discovery learning.Teori ini bertitik tolak pada teori kognitif, yang menyatakan belajar adalah perubahan persepsi dan pemahan. Maksudnya, teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan termasuk konsep, teori, ide, definisi dan sebagainya melalui contoh-contoh yang menggambarkan atau mewakili aturan yang menjadi sumbernya.
Keuntungan belajar menemukan : Menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga dapat memotivasi siswa sehingga dapat menemukan jawabannya. Menimbulkan keterampilan memecahkan masalahnya secara mandiri dan mengharuskan siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi. Menurut Burner ada tiga tahap perkembangan kognitif seseorang yang ditentukan oleh cara melihat lingkungan, antara lain: tahap pertama enaktif yaitu peserta didik melakukan aktivitas dalam usaha memahami lingkungan; tahap kedua, ikonik yaitu peserta didik melihat dunia melalui gambar dan visualisasi verbal; tahap yang ketiga, simbolok yaitu peserta didik mempunyai gagasan abstrak dimana komunikasi dibantu sistem simbolik.

4. Albert Bandura

Albert Bandura dilahirkan di Mundare Northern Alberta Kanada, pada 04 Desember 1925. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di desa kecil dan juga mendapat pendidikan disana. Pada tahun 1949 beliau mendapat pendidikan di University of British Columbia, dalam jurusan psikologi.
Bandura berpendapat tentang teori kognitif sosial. Seperti yang dijelaskan dalam buku karya John W. Santrock (2007:285) yang menyatakan bahwa teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan faktor sosial dan kognitif dan juga faktor perilaku, memainkan peran penting dalam pembelajaran. Hal ini berarti bahwa faktor kognitif berupa ekspektasi murid untuk meraih keberhasilan sedangkan faktor sosial mencakup pengamatan murid terhadap perilaku orang tuanya. Jadi menurut Bandura antara faktor kognitif/person, faktor lingkungan dan faktor perilaku mempengaruhi satu sama lain dan faktor-faktor ini bisa saling berinteraksi untuk mempengaruhi pembelajaran. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi, pemikiran dan kecerdasan.

Teori Bandura berdasarkan tiga asumsi , yaitu:
a. bahwa individu melakukan pembelajaran dengan meniru apa yang ada di lingkungannya, terutama perilaku-perilaku orang lain. Perilaku orang lain yang ditiru disebut sebagai perilaku model atau perilaku contoh. Apabila peniruan itu memperoleh penguatan, maka perilaku yang ditiru itu akan menjadi perilaku dirinya. Proses pembelajaran menurut proses kognitif individu dan kcakapan dalam membuat keputusan.

ialah terdapat hubungkait yang erat antara pelajar dengan lingkungannya. Pembelajaran terjadi dalam keterkaitan antara tiga pihak yaitu lingkungan, perilaku dan factor-faktor pribadi
ialah bahwa hasil pembelajaran adalah berupa kode perilaku visual dan verbal yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.
Atas dasar asumsi tersebut, maka teori pembelajaran Bandura disebut social-kognitif karena proses kognitif dalam diri individu memegang peranan dalam pembelajaran, sedangkan pembelajaran terjadi karena adanya pengaruh lingkungan social. Individu akan mengamati perilaku di lingkungannya sebagai model, kemudian ditirunya sehingga menjadi perilaku miliknya. Dengan demikian, maka teori Bandura ini disebut teori pembelajaran melalui peniruan. Perilaku individu terbentuk melalui peniruan terhadap perilaku di lingkungan, pembelajaran merupakan suatu proses bagaimana membuat peniruan yang sebaik-baiknya sehingga bersesuain dengan keadaan dirinya atau tujuannya.

5. Kurt Lewin
Yang juga merupakan tokoh teori belajar kognitif adalah Kurt Lewin yang menyatakan tentang teori belajar medan kognitif (cognitive-field learning theory). Seperti yang di jelaskan oleh Nana Sudjana dalam bukunya yang menjelaskan bahwa dalam teori belajar medan kognitif, “belajar didefinisikan sebagaai proses interaksional dimana pribadi menjangkau wawasan-wawasan baru dan atu merubah sesuatu yang lama”. Hal ini berarti bahwa seseorang harus peduli dengan diri mereka sendiri dan juga dengan orang lain, dengan belajar secara afektif sehingga diharapkan mereka atau seorang guru bisa mengerti dengan dirinya sendiri dan dapat melaksanakan tugas dengan lebih baik selain itu juga mengembangkan sistem psikologis yang bermanfaat dalam berurusan dengan anak-anak dan pemuda dalam ssituasi belajar.

Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar KognitifTeori belajar kognitif lebih memetingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Yang berbeda dari teori belajar kognitif ini adalah bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon.

Adapun Kelebihan teori Kognitif adalah sebagai berikut:
a. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah (problem solving)‏
b. Dapat meningkatkan motivasi.

Sedangkan Kekurangan teori kognitif adalah sebagai berikut :
a. Untuk teori belajar kognitif ini keberhasilan sebuah pembelajaran tidak dapat diukur hanya dengan satu orang siswa saja , maksudnya kemampuan siswa harus diperhatikan. Apabila kita menekankan pada keaktifan siswa, dan tidak dapat dipungkiri ada saja siswa yang tidak aktif dalam menanggapi suatu pelajaran, otomatis pembelajaran ini tidak akan berhasil secara menyeluruh guru juga dituntut untuk mengikuti keaktifan siswa, kionsekuensinya adalah guru harus rajin mempelajari hal-hal baru yang mungkin
b. Konsekuansinya terhadap lingkungan adalah fasilitas-fasilitas dalam lingkungan juga harus mendukung, agar siswa semakin yakin dengan apa yang telah mereka pelajari .

Implikasi Perkembangan Kognitif:


1. Memperhatikan usia siswa akan membantu guru dalam menjelaskan sebuah bahan pelajaran dengan baik, misalnya anak usia pra sekolah dan awal sekolah lebih baik diajarkan dengan menggunakan contoh-contoh kongkret .
2. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu gur
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
3. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
4. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing, agar anak bisa mencerna dan mencari hubungan antara apa yang dipelajari siswa dengan apa yang diketahuinya di lingkungan sekitarnya.
5. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
6. Di dalam kelas hendaknya anak-anak diberi kesempatan untuk berdiskusi dan berunding dengan teman sekelasnya, karena perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan.
Pengaplikasian teori kognitif dalam belajar bergantung pada akomodasi. Kepada siswa harus diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tidak dapat belajar dari apa yang telah diketahui saja dengan adanya area baru, siswa akan mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasikan.

3. Teori belajar Humanistik

humanistik secara sederhana berarti “kemanusiaan” berasal dari bahasa latin humanus yang berarti “bersifat manusia” atau sesuai kodrat manusia, yang diturunkan dari akar kata homo yang berarti manusai. Pengertian humanisme dari terminologi tersebut, pada mulanya diambil dari suatu program kependidikan yang di kenal dengan humanities atau studi humanitaties atau humaniora. Program kependidikan ini adalah sekumpulan konsep yang diderivasikan oleh pemikiran Cicero (106-43 SM), yang menekankan pada nilai-nilai keduniawian, dengan penekanan pada penghargaan atas individu dan beranggapan bahwa individu adalah titik sentral yang penting dari nilai-nilai kemanusiaan sebagai reaksi atas keyakinan agama, yang pada saat itu dirasakan sangat membatasi kebebasan dan belenggu kemanuisaan.
Humanistik adalah suatu teori yang tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Pendapat lain menyatakan bahwa humanistik adalah teori belajar yang menganggap bahwa belajar bertujuan untuk memanusiakan manusia.

Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.

Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dalam artikel pendidikan.

Menurut aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikukum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembanglebih baik dan juga belajar. Jadi sekoah harus berhati-hati supaya tidak membunuh insting ini dengan memaksakan anak belajar sesuatu sebelum mereka siap. Jadi bukan hal yang benar apabila anak dipaksa untuk belajar sesuatu sebelum mereka siap secara fisiologis dan juga punya keinginan. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi, bukan sebagai konselor seperti dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada behaviorisme.

pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.

Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.

Tokoh yang menggagas pertama kali pendidikan humanistik dengan nilai-nilai kemanusiaan adalah Jean Jacques Rousseau dengan ide nya yang berbunyi “ man is good by nature and must discover that nature and follow it“ artinya manusia pada hakekat nya lebih baik, oleh karena itu hakekat tersebut harus ditemukan dan diikuti.

Tokoh-Tokoh Aliran Humanisme Ada beberapa pendapat para ahli mengenai teori belajar huamanisme yaitu diantaranya :

1. Arthur Combs
Arthur Combs bersama dengan Donald Syngg menyatakan bahwa belajar terjadi apabila mempunyai arti bagi individu tersebut. Artinya bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru tidak boleh memaksakan materi yang tidak disukai oleh siswa. Sehingga siswa belajar sesuai dengan apa yang diinginkan tanpa adanya paksaan sedikit pun. Sebenarnya hal tersebut terjadi tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesautu yang tidak akan memberikan kepuasan bagi dirinya.

Sehingga guru harus lebih memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa diri siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.

4. Abraham Maslow

Abraham Maslow dilahirkan dan dibesarkan di Brooklyn, New York, 1 April 1908.Anak sulung dari tujuh bersaudara.Orang tuanya imigran Yahudi dari Rusia yang tidak berpendidikan tinggi.Latar belakang ini yang membuat orang tua Maslow memaksa anak-anaknya untuk mencapai jenjang pendidikan yang tinggi.Maslow merasa bahwa masa kanak-kanknya kurang bahgia dan kesepian, memiliki hubungan yang buruk degan orangtuanya dan merasa menderita dengan perlakuan orang tuanya.
Pada awal karirnya, Maslow melakukan observasi terhadap monyet.Ia melakukan pengamatan intensif terhadap perilaku monyet. Berdasarkan pengamatannya didapatkan kesimpulan bahwa beberapa kebutuhan lebih diutamakan dibandingkan dengan kebutuhan yang lain. Contohnya, jika Anda lapar dan haus, maka Anda akan cenderung untuk mencoba memuaskan dahaga. Anda dapat hidup tanpa makanan selama berminggu-minggu, tetapi tanpa air Anda hanya dapat hidup selama beberapa hari saja, karena kebutuhan akan air lebih kuat daripada kebutuhan akan makan. Tetapi, jika Anda sangat haus, tapi kemudian tersedak dan Anda tidak dapat bernapas, maka kebutuhan untuk bernapas lebih penting dibandingkan dengan kebutuhan akan air untuk minum.
Berdasarkan pengalaman tersebut Maslow membuat ide mengenai hierarki kebutuhan yang sangat terkenal. Menurutnya, terdapat lima lapisan kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan keamanan, kebutuhan cinta dan memiliki, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi

Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal : suatu usaha yang positif untuk berkembang; kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri.

3. Carl Roger

Seorang psikolog humanisme yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalah-masalahkehidupannya. Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran.

Ada beberapa Asumsi dasar teori Rogers adalah: Kecenderungan formatif; Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil; Kecenderungan aktualisasi; Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.

Dalam pendidikan humanistik, ada beberapa hal pokok yang mendasar yaitu:

1. siswa harus memiliki pegangan substansial (a substantial hand) tentang arah pendidikan yang dilakukan, baik dalam hal memilih pelajaran dan tentang cara mempelajarinya.

2. Adanya unsur rasa dan unsur cipta yang harus diperhatikan dan perlu dikembangkan dalam proses belajar mengajar karena kedua unsur tersebut terjadi secara stimulant yakni ketika siswa berfikir pada saat itu juga mereka merasa. Hal tersebut menuntut agar seorang pendidik yang biasanya lebih banyak berperan sebagai fasilitator dari pada pemberi ilmu pengetahuan, agar tidak menciptakan jarak social dngan siswanya melainkan menjadi siswa senior yang selalu siap menjadi nara sumber, konsultan dan sebagai juru bicara.

3. Pendidik harus menciptakan lingkungan kelas yang dapat menjamin proses belajar mengajar, sebab salah satu ciri kelas humanistik adalah lingkungan kelas yang aman dan nyaman agar siswa merasa yakin bahwa mereka dapat belajar dan dapat mengeerjakan hal-hal positif.
4. Pendidikan humanistik diharapan untuk dapat membantu siswa agar mencapai perwujudan dirinya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimilikinya, sehingga tujuan humanistic dapat tercapai yaitu tercapainya derajat manusia yang mampu mengaktualisasikan dirinya ditengah kehidupan masyarakat sesuai potensi yang dimilikinya.

Kelebihan dan Kekurangan Teori belajar Humanistik

Kelebihannya:

a. Siswa akan maju menurut iramanya sendiri dengan suatu perangkat materi yang sudah ditentukan lebih dulu untuk mencapai suatu perangkat tujuan yang telah ditentukan pula karena para siswa bebas menetukan cara mereka sendiri dalam mencapai tujuan mereka sendiri.
b. Pendidik aliran Humanistik mempunyai perhatian yang murni dalam pengembangan anak-anak (perbedaan dari per individu)
c. Ada perhatian yang kuat terhadap pertumbuhan pribadi dan perkembangan siswa secara individual dan hubungan-hubungan manusia ini adalah suatu uasaha untuk mengimbangi keadaan-keadaan baru yang selalu yang di jumpai oleh siswa, baik di dalam masyarakat.
d. Memperoleh pengetahuan secara meluas tentang sejarah, sastra, pengolahan strategi untuk berfikir produktif, karena pendekatan Humanistik merupakan suatu pengembangan nilai-nilai dan sikap pribadi yang yang dikehendaki secara sosial.
e. Para siswa dapat memilih suatu pelajaran agar mereka dapat mencurahkan waktu mereka bagi bermacam-macam tujuan belajar atau sejumlah pelajaran yang akan dipelajari atau jenis-jenis pemecahan masalah dan aktivitas-aktivitas kreatif yang akan dilakukan.
Kekurangannya:
a. Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.
b. Siswa yang tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri dalam proses belajar


KESIMPULAN

Teori belajar Behvioristik kepribadian memberi banyak kontribusi untuk praktik pengajaran. Konsekuensi penguatan dan hukuman adalah bagian dari kehidupan dan murid. Jika dipakai secara efektif, pandangan teori ini akan dapat membantu para guru dalam pengelolaan kelas. Demikian pula prinsip-prinsip dan hukum-hukum belajar yang tertuang dalam teori ini akan membantu guru dalam menggunakan pendekatan pengajaran yang cocok untuk mencapai hasil belajar dan perubahan tingkah laku yang positif bagi anak didik.

Teori pengkondisian operan Skinner terlalu banyak menekankan pada control eksternal atas perilaku murid. Teori ini berpandangan bahwa strategi yang lebih baik adalah membantu murid belajar mengontrol perilaku mereka sendiri dan menjadi termotivasi secara internal. Teori behaviorisme tidak memberi cukup perhatian pada proses kognitif dalam proses belajar.

Menurut aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikukum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembanglebih baik dan juga belajar. Jadi sekoah harus berhati-hati supaya tidak membunuh insting ini dengan memaksakan anak belajar sesuatu sebelum mereka siap. Jadi bukan hal yang benar apabila anak dipaksa untuk belajar sesuatu sebelum mereka siap secara fisiologis dan juga punya keinginan. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi, bukan sebagai konselor seperti dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada behaviorisme.

 


2 komentar: