Chrome Pointer

Jumat, 14 Oktober 2016

BAHASA DAN PIKIRAN



BAHASA DAN PIKIRAN

  Pengantar
Ideogenesis dan proses abstraksi pada hakikatnya adalah proses pembahasan realitas. Pikiran berfungsi melalui bahasa dan didalam bahasa. Bahkan dalam banyak kejadian, dapat dihayati kebenaran ungkapan : ada (sein) yang dapat dipahami adalah bahasa (Gadamer). Bahasa adalah
keterbukaan manusia terhadap realitas. Bahasa dan pikiran adalah tempat terjadinya peristiwa (Geschehen) realitas.
Instrumentalisme dan determinisme
Secara garis besar terdapat dua paham tentang bahasa, yakni instru-mentalisme dan determinisme. Instrumentalisme menendang bahasa sebagai suatu alat untuk mengungkapkan persepsi, pikiran, dan rasa perasaan (emosi), sedangkan paham determinisme berpendapat bahwa manusia hanya dapat mempersepsi, berpikir, dan merasakan karena adanya bahasa.
Dengan perkataan lain, menurut paham instrumentalisme bahasa adalah suatu alat, sedangkan bagi paham determinisme bahasa adalah syarat untuk mempersepsi, berpikir, dan merasakan.
Perbedaan yang diajukan Ferdinand de Saussure (1857-1913) tentang parole (kegiatan bicara manusia individual) dan language (bahasa sebagai system) hampir sama sekali tidak dikenal. Kata-kata dialami sebagai alat ekspresi.
Persepsi, pikiran, dan emosi, menurut paham instrumentalisme, adalah lebih dulu (a priori) dari bahasa, dengan dituturkan maka persepsi, pikiran, dan emosi dikomunikasikan kepada orang lain.
Determinisme sebaliknya berdalil bahwa berfungsi sebagai syarat bagi persepsi, kognisi, dan emosi. Dari sinilah apabila kemudian dikatakan bahwa pengalaman perseorangan terhadap kenyataan merupakan suatu fungsi dari bahasa masyarakat yang bersangkutan (hipotesis Whorfsapir). Bahasa dipandang sebagai faktum social. Konsep bersifat kolektif dan hanya sedikit berubah. Konsep-konsep, dalam paham determinisme, laksana bertumpuk di dalam bahasa sebagai faktum social kolektif.
Pandangan tentang bahasa di atas (paham instrumentalisme dan determinisme) yang de facto berperanan dalam banyak kekacauan tentang konsepsi berpikir dan akhirnya juga tentang masalah kaitan realitas pikiran bahasa.
Pikiran, bahasa, realitas, dan system
Pikiran dan bahasa, sesungguhnya merupakan tempat terjadinya peristiwa realitas. Dengan berpikir, manusia menyelesaikan peristiwatersebut. Berpikir berarti membiarkan realitas terjadi sebagai peristiwa bahasa. Realitaslah yang lebih dulu pada awal mulanya merupakan sumber dan asal mula pikiran. Oleh sebab itu, berfikir adalah menerima, sedangkan berterima kasih dan berbicara adalah mendengarkan. Tugas pemikir adalah menjaga terjadinya peristiwa realitas dengan penuh kesayangan. Dalam berfikir manusia bukan penguasa, tetapi pengawal realitas. Tiada kata final bagi realitas. Realitas tetap senantiasa merupakan suatu proses kedatangan serta suatu proses pemberian, sedangkan berpikir senantiasa merupakan suatu proses berterima kasih. Proses perjalanan menuju bahasa juga merupakan proses perjalanan menuju berpikir.
Jadi, pada dasarnya berpikir adalah suatu tanggapan. Kegiatan berfikir sebagai jawaban terhadap kata suara realitas mencari ungkapannya yang tepat sehingga realitas dapat menjadi bahasa, dan selanjutnya dapat dikomunikasikan. Bahasa adalah jawaban manusia terhadap panggilan realitas kepadanya.
System bukan hal yang membuat sesuatu menjadi benar. Sesuatu itu dikatakan benar ( baik) bukan karena ditetapkan, tetapi karena benar (baik) maka ditetapkan.
Maka sesuatu itu benar (baik) bukan karena diberi system. Bahkan suatu system yang sesuai ditumpangkan hanya sesudah dilakukan pandangan yang mendasar terhadap realitas. Hal ini pun senantiasa harus ditinjau kembali, sebab pandangan (mendasar) tentang realitas tidak pernah final.
Maka system yang ada juga harus dibongkar,. Begitu seterusnya, demi terungkapnya realitas secara semakin lebih tuntas, yang hakikatnya juga berarti semakin terungkapnya kadar realitas eksistensi manusia sendiri.
Apakah hakikat berfikir ?
Berfikir yang benar-benar berfikir tidak identik dengan berfikir dengan berhitung yang hakikatnya pemikiran hanya berhenti pada aspek kuantitatif dari realitass. Dalam terminology sehari-hari dipakai istilah ratio yang berasal dari kata latin reor yang berarti ‘menghitung’. Kadar kebenaran yang sesungguhnya dari realitas tidak mungkin terjangkau melalui berfikir dengan menghitung.
Berfikir yang benar-benar berfikir bukanlah berfikir dengan menvisualisasikan (membayangkan).
Pada hakikatnya adalah pernyataan bahwa manusia adalah pasif, ‘objektif’ adalah pengingkaran kesertaan mutlak manusia subjek dalam kegiatan tahu.
Berfikir tidak konseptual
Pemikir bukanlah penguasa relitas, ia adalah gembala yang menjaga terjadinya peristiwa realitas. Maka berfikir secara konseptual adalah bertolak belakang dengan berfikir yang benar-benar berfikir.
Maka konsep atau ekspresi konseptual adalah (yang) ada tersebut sendiri. Ide adalah realitas, realitas adalah ide.
Menurut communis opinio, jikalau seseorang ingin menghampiri kenyataan  secara tidak memihak, maka proses kerjanya adalah melalui induksi menyuling keseragaman-keseragaman dari kenyataan, kemudian mengungkapkan ke dalam konsepsi-konsepsi dan proposisi-proposisi teoretis.
Konsepsi-konsepsi dan teori-teori yang tersusun dari konsepsi-konsepsi tadi adalah gambar-gambar kenyataan yang menggambarkan regularitas dan keseragaman-keseragaman kenyataan. Konsepsi-konsepsi disusun sebegitu rupa untuk memungkikan penguasaan, dan peramalan.
Pengetahuan adalah pasti manakal anda dalam praktek dapat memakainya. Benar adalah bila operasional pengetahuan adalah suatu alat, dibutuhkan untuk berbuat tanpa mempunyai pretense lebih lanjut.
Berfikir tidak konseptual berarti tidak memikirkan bahasa sebagai terdiri dari atau sebagai senantiasa mencari konsep yang dibatasi dengan jelas dan secara rasional ditetapkan.
Dengan mengartikan bahasa sebagai konsep yang dibatasi artinya secara jelas dan ditetapkan secara rasional, maka serba statis dan terkotak-kotak, dengan sendirinya kejelasan dapat dijamin. Tetapi berfikir seperti itu adalah berfikir secara pemaksaan pada realitas. Inisiatif realitas ditiadakan.
Konsep adalah peristiwa penjernihan atau penyelubungan suatu hal.
Realitas bukanlah konsep yang pasti, melainkan suatu peristiwa yang terjadi pada kita, sesuatu yang menjadi terang pada diri kita.
Ekspresi konseptual seharusnya tidak dipandang dan diperlakukan sebagai ekspresi sempurna dari terminus perjumpaan (karenya menjadi konseptualisasi yang siap untuk dianalisis), tetapi niscaya dipandang dan diperlukan sebagai suatu perseptif (abschattung), sebagai artikulasi realitas dalam prosesnya untuk membahas. Kegiatan berfikir adalah jawaban terhadap kata suara realitas, mencari konsep ungkapannya yang tepat sehingga realitas dapat menjadi bahasa. Arti senantiasa lebih luas dari yang mungkin diungkapkan dalam ekspresi konseptual atau diungkapkan secara verbal.
Fungsi-fungsi bahasa
Pemikiran tentang bahasa diatas adalah mengungkapkan hakikat bahasa.
Berbagai macam pemakaian bahasa tersebut demi kepentingan studi logika, biasa dikelompokkan kedalam 3 kategori fungsi. Pertama adalah pemakaian bahasa untuk menyampaikan informasi, yakni merumuskan dan mengiyakan atau menolak proposisi. Inilah fungsi informative bahasa. Mengiyakan atau menolak proposisi atau pula menyuguhkan argument/argumentasi. Ilmu adalah contoh yang jelas dari realisasi fungsi informative bahasa.
Fungsi kedua bahasa adalah fungsi ekspresif, misalnya pemakaian bahasa dalam puisi, dalam ungkapan rasa sedih, rasa sayang, dan ungkapan semangat. Bahasa disini dipakai sebagai alat pengungkapan rasa, perasaan dan sikap.
Fungsi direktif adalah fungsi ketiga pemakaian bahasa yakni, pemakaian bahasa untuk menyebabkan atau menghalangi suatu perilaku. Perintah atau permintaan merupakan suatu contoh jelas fungsi direktif bahasa.
Hal yang perlu dicatat adalah bahwa pengertian benar atau salah tidak dapat diterapkan pada fungsi ekspresif dan fungsi direktif. Ketiga fungsi bahasa tersebut tidak jarang dipakai secara bersama, sehingga muncullah arti yang benar-benar berseluk-beluk. Kenyataan ini, yang biasa didalam setiap bentuk komunikasi yang efektif mengundang kewaspadaan setiap pemikir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar