BAHASA DAN PIKIRAN
Pengantar
Ideogenesis
dan proses abstraksi pada hakikatnya adalah proses pembahasan realitas. Pikiran
berfungsi melalui bahasa dan didalam bahasa. Bahkan dalam banyak kejadian,
dapat dihayati kebenaran ungkapan : ada (sein) yang dapat dipahami adalah
bahasa (Gadamer). Bahasa adalah
keterbukaan manusia terhadap realitas. Bahasa dan pikiran adalah tempat terjadinya peristiwa (Geschehen) realitas.
keterbukaan manusia terhadap realitas. Bahasa dan pikiran adalah tempat terjadinya peristiwa (Geschehen) realitas.
Instrumentalisme dan determinisme
Secara
garis besar terdapat dua paham tentang bahasa, yakni instru-mentalisme dan
determinisme. Instrumentalisme menendang bahasa sebagai suatu alat untuk
mengungkapkan persepsi, pikiran, dan rasa perasaan (emosi), sedangkan paham
determinisme berpendapat bahwa manusia hanya dapat mempersepsi, berpikir, dan
merasakan karena adanya bahasa.
Dengan
perkataan lain, menurut paham instrumentalisme bahasa adalah suatu alat,
sedangkan bagi paham determinisme bahasa adalah syarat untuk mempersepsi,
berpikir, dan merasakan.
Perbedaan
yang diajukan Ferdinand de Saussure (1857-1913) tentang parole (kegiatan bicara
manusia individual) dan language (bahasa sebagai system) hampir sama sekali
tidak dikenal. Kata-kata dialami sebagai alat ekspresi.
Persepsi,
pikiran, dan emosi, menurut paham instrumentalisme, adalah lebih dulu (a priori)
dari bahasa, dengan dituturkan maka persepsi, pikiran, dan emosi
dikomunikasikan kepada orang lain.
Determinisme
sebaliknya berdalil bahwa berfungsi sebagai syarat bagi persepsi, kognisi, dan
emosi. Dari sinilah apabila kemudian dikatakan bahwa pengalaman perseorangan
terhadap kenyataan merupakan suatu fungsi dari bahasa masyarakat yang
bersangkutan (hipotesis Whorfsapir). Bahasa dipandang sebagai faktum social.
Konsep bersifat kolektif dan hanya sedikit berubah. Konsep-konsep, dalam paham
determinisme, laksana bertumpuk di dalam bahasa sebagai faktum social kolektif.
Pandangan
tentang bahasa di atas (paham instrumentalisme dan determinisme) yang de facto
berperanan dalam banyak kekacauan tentang konsepsi berpikir dan akhirnya juga
tentang masalah kaitan realitas pikiran bahasa.
Pikiran, bahasa, realitas, dan system
Pikiran
dan bahasa, sesungguhnya merupakan tempat terjadinya peristiwa realitas. Dengan
berpikir, manusia menyelesaikan peristiwatersebut. Berpikir berarti membiarkan
realitas terjadi sebagai peristiwa bahasa. Realitaslah yang lebih dulu pada
awal mulanya merupakan sumber dan asal mula pikiran. Oleh sebab itu, berfikir
adalah menerima, sedangkan berterima kasih dan berbicara adalah mendengarkan. Tugas
pemikir adalah menjaga terjadinya peristiwa realitas dengan penuh kesayangan.
Dalam berfikir manusia bukan penguasa, tetapi pengawal realitas. Tiada kata
final bagi realitas. Realitas tetap senantiasa merupakan suatu proses
kedatangan serta suatu proses pemberian, sedangkan berpikir senantiasa merupakan
suatu proses berterima kasih. Proses perjalanan menuju bahasa juga merupakan
proses perjalanan menuju berpikir.
Jadi,
pada dasarnya berpikir adalah suatu tanggapan. Kegiatan berfikir sebagai
jawaban terhadap kata suara realitas mencari ungkapannya yang tepat sehingga
realitas dapat menjadi bahasa, dan selanjutnya dapat dikomunikasikan. Bahasa
adalah jawaban manusia terhadap panggilan realitas kepadanya.
System
bukan hal yang membuat sesuatu menjadi benar. Sesuatu itu dikatakan benar (
baik) bukan karena ditetapkan, tetapi karena benar (baik) maka ditetapkan.
Maka
sesuatu itu benar (baik) bukan karena diberi system. Bahkan suatu system yang
sesuai ditumpangkan hanya sesudah dilakukan pandangan yang mendasar terhadap
realitas. Hal ini pun senantiasa harus ditinjau kembali, sebab pandangan
(mendasar) tentang realitas tidak pernah final.
Maka
system yang ada juga harus dibongkar,. Begitu seterusnya, demi terungkapnya
realitas secara semakin lebih tuntas, yang hakikatnya juga berarti semakin
terungkapnya kadar realitas eksistensi manusia sendiri.
Apakah hakikat berfikir ?
Berfikir
yang benar-benar berfikir tidak identik dengan berfikir dengan berhitung yang
hakikatnya pemikiran hanya berhenti pada aspek kuantitatif dari realitass.
Dalam terminology sehari-hari dipakai istilah ratio yang berasal dari kata
latin reor yang berarti ‘menghitung’. Kadar kebenaran yang sesungguhnya dari
realitas tidak mungkin terjangkau melalui berfikir dengan menghitung.
Berfikir
yang benar-benar berfikir bukanlah berfikir dengan menvisualisasikan
(membayangkan).
Pada
hakikatnya adalah pernyataan bahwa manusia adalah pasif, ‘objektif’ adalah
pengingkaran kesertaan mutlak manusia subjek dalam kegiatan tahu.
Berfikir tidak konseptual
Pemikir
bukanlah penguasa relitas, ia adalah gembala yang menjaga terjadinya peristiwa
realitas. Maka berfikir secara konseptual adalah bertolak belakang dengan
berfikir yang benar-benar berfikir.
Maka
konsep atau ekspresi konseptual adalah (yang) ada tersebut sendiri. Ide adalah
realitas, realitas adalah ide.
Menurut
communis opinio, jikalau seseorang ingin menghampiri kenyataan secara tidak memihak, maka proses kerjanya
adalah melalui induksi menyuling keseragaman-keseragaman dari kenyataan,
kemudian mengungkapkan ke dalam konsepsi-konsepsi dan proposisi-proposisi
teoretis.
Konsepsi-konsepsi
dan teori-teori yang tersusun dari konsepsi-konsepsi tadi adalah gambar-gambar
kenyataan yang menggambarkan regularitas dan keseragaman-keseragaman kenyataan.
Konsepsi-konsepsi disusun sebegitu rupa untuk memungkikan penguasaan, dan
peramalan.
Pengetahuan
adalah pasti manakal anda dalam praktek dapat memakainya. Benar adalah bila
operasional pengetahuan adalah suatu alat, dibutuhkan untuk berbuat tanpa
mempunyai pretense lebih lanjut.
Berfikir
tidak konseptual berarti tidak memikirkan bahasa sebagai terdiri dari atau
sebagai senantiasa mencari konsep yang dibatasi dengan jelas dan secara
rasional ditetapkan.
Dengan
mengartikan bahasa sebagai konsep yang dibatasi artinya secara jelas dan
ditetapkan secara rasional, maka serba statis dan terkotak-kotak, dengan
sendirinya kejelasan dapat dijamin. Tetapi berfikir seperti itu adalah berfikir
secara pemaksaan pada realitas. Inisiatif realitas ditiadakan.
Konsep
adalah peristiwa penjernihan atau penyelubungan suatu hal.
Realitas
bukanlah konsep yang pasti, melainkan suatu peristiwa yang terjadi pada kita,
sesuatu yang menjadi terang pada diri kita.
Ekspresi
konseptual seharusnya tidak dipandang dan diperlakukan sebagai ekspresi
sempurna dari terminus perjumpaan (karenya menjadi konseptualisasi yang siap
untuk dianalisis), tetapi niscaya dipandang dan diperlukan sebagai suatu
perseptif (abschattung), sebagai artikulasi realitas dalam prosesnya untuk
membahas. Kegiatan berfikir adalah jawaban terhadap kata suara realitas,
mencari konsep ungkapannya yang tepat sehingga realitas dapat menjadi bahasa.
Arti senantiasa lebih luas dari yang mungkin diungkapkan dalam ekspresi
konseptual atau diungkapkan secara verbal.
Fungsi-fungsi bahasa
Pemikiran
tentang bahasa diatas adalah mengungkapkan hakikat bahasa.
Berbagai
macam pemakaian bahasa tersebut demi kepentingan studi logika, biasa
dikelompokkan kedalam 3 kategori fungsi. Pertama adalah pemakaian bahasa untuk
menyampaikan informasi, yakni merumuskan dan mengiyakan atau menolak proposisi.
Inilah fungsi informative bahasa. Mengiyakan atau menolak proposisi atau pula
menyuguhkan argument/argumentasi. Ilmu adalah contoh yang jelas dari realisasi
fungsi informative bahasa.
Fungsi
kedua bahasa adalah fungsi ekspresif, misalnya pemakaian bahasa dalam puisi,
dalam ungkapan rasa sedih, rasa sayang, dan ungkapan semangat. Bahasa disini
dipakai sebagai alat pengungkapan rasa, perasaan dan sikap.
Fungsi
direktif adalah fungsi ketiga pemakaian bahasa yakni, pemakaian bahasa untuk
menyebabkan atau menghalangi suatu perilaku. Perintah atau permintaan merupakan
suatu contoh jelas fungsi direktif bahasa.
Hal
yang perlu dicatat adalah bahwa pengertian benar atau salah tidak dapat
diterapkan pada fungsi ekspresif dan fungsi direktif. Ketiga fungsi bahasa
tersebut tidak jarang dipakai secara bersama, sehingga muncullah arti yang
benar-benar berseluk-beluk. Kenyataan ini, yang biasa didalam setiap bentuk
komunikasi yang efektif mengundang kewaspadaan setiap pemikir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar