Chrome Pointer

Jumat, 14 Oktober 2016

PENDIDIKAN AGAMA SEBAGAI SUATU SISTEM



PENDIDIKAN AGAMA SEBAGAI SUATU SISTEM

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1. 
  
             A.            Pendidikan Agama
Persepsi keilmuan kita saat ini tentang arti pendidikan, mengandung implikasi yang lebih komprehensif ketimbang arti pengajaran, pendidikan biasa didefinisikan sebagai
“usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi peranya dimasa yang akan datang”. Jelas di sini, pendidikan mencakup proses kegiatan pengajaran di samping bimbingan dan latihan. Lebih diorientasikan ke masa depan yang mana fenomenanya tak lain adalah penerimaan betapa pentingnya penguasaan dan pemanfaatan serta pengendalian kemajuan iptek bagi pembagunan bangsa.
Sedangkan tentang batasan Pendidikan agama lebih ditekankan pada proses internalisasi dan transformasi nilai-nilai keagamaan kedalam diri anak didik. Mengingat pendidikan agama pada hakikatnya bertujuan membentuk pribadi yang beriman dan bertaqwa sebagai elan vitalnya kehidupan lahiriah dan bathiniyah manusia Indonesia seutuhnya. Jika dengan pengertian tersebut, proses kependidikan agama menanamkan atau mempribadikan tata nilai keagamaan. Dalam hal ini Islam yang mengacu kepada keimanan dan ketaqwaan (sebagai pondasi dasar yang tak tampak atau rahasia) yang berdaya dorong memotivasi proses kegiatan perilaku yang tampak, yang mewujud dalam akhlaqul karimah di bidang kehidupan termasuk iptek. Di sisi lain dan antara kedua sisi tersebut senantiasa saling berinteraksi
Agama mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia, untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik dan sempurna, bagi bangsa Indonesia. Agama merupakan modal dasar serta penggerak yang tidak ternilai harganya bagi persiapan aspirasi bangsa. Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mencapai tujuan ini, pendidikan agama perlu diberikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan serta dimasukkan dalam kurikulum sekolah dari tingkat pendidikan dasar sampai tingkat pendidikan tinggi. Pendidikan agama merupakan bagian pendidikan yang amat penting yang berkenaan dengan aspek-aspek sikap dan nilai yaitu nilai akhlak dan keagamaan.
            Oleh karena agama sebagai dasar tata nilai merupakan penentu dalam perkembangan dan pembinaan rasa kemanusiaan yang adil dan beradap, maka pemahaman dan pengalamannya dengan dan benar diperlukan untuk menciptakan kesatuan bangsa.
Pendidikan agama dilaksanakan dalam sistem pendidikan nasional, oleh karena itu menjadi tanggung jawab bersama keluarga, masyarakat dan pemerintah. Untuk menjamin tujuan pendidikan nasional, dalam pendidikan agama diperlukan:
1. Paket-paket minimal bahan pendidikan agama dari masing-masing agama yang dianut dengan mempertimbangkan jiwa anak didik.
2. Guru agama yang cukup memenuhi persyaratan.
3. Sarana dan prasarana pendidikan pendidikan agama yang cukup dan memenuhi syarat.
4. Lingkungan yag mendorong tercapainya tujuan pendidikan agama (situasi sekolah,
masyarakat dan peraturan perundang-undangan)
          Mata pelajaran agama terkait langsung dengan tujuan pendidikan nasional seperti tertulis dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3 yaitu: “ ..... Untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia”.
      Dasar-dasar pelaksanaan pendidikan agama yang berasal dari peraturan perundang-undangan yang secara langsung ataupun secara tidak langsung dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah-sekolah ataupun di lembaga-lembaga pendidikan formil di Indonesia.
     
Di era global seperti sekarang ini, persoalan pokok yang dihadapi adalah bagaimana cara menyiapkan sumber daya manusia yang modern dan (sekaligus) religius. Di mana ia selalu tanggap terhadap perubahan yang ada di sekitarnya dan berusaha mengejawantahkan hasil pemikirannya, yakni perpaduan antara religiuitas dan intelektualitas sehingga menghasilkan sebuah ide yang dinamis. Profil manusia semacam itu akan selalu berusaha mengadakan perubahan-perubahan kondisi-kondisi atau dogma-dogma yang telah usang dengan mengkondisikan dengan keadaan yang ada dan di mana ia berada, sehingga menghasilkan sesuatu peradaban yang unggul.
Dalam mewujudkan manusia-manusia yang unggul semacam itu tidak terlepas daripada bagaimana pencetakan manusia semacam itu tercapai. Hal ini tidak terlepas daripada pendidikan agama sebagai fondasi cara mereka berpikir, berperilaku serta bagaimana ia menyelesaikan suatu persoalan. Pendidikan juga tidak akan berhasil apabila tidak memperhatikan faktor-faktor yang menurut Fuad Ikhsan disebut ada enam, yakni tujuan, pendidikan, peserta didik, materi pendidikan, metode yang digunakan serta keadaan lingkungan.
Dan keenam faktor tadi tidak juga akan terealisasi tanpa difasilitasi oleh kebijakan-kebijakan negara. Walau bagai manapun suatu negara akan mempunyai cita-citanya sendiri, bagaimana ia akan membentuk suatu prototype masyarakatnya. Hal ini tidak lepas dari falsafah negara tersebut dengan dilatar belakangi oleh kondisi budaya, sosial politik dan ekonominya. Kebijakan-kebijakan tadi yang akan memfasilitasi suatu proses pendidikan agama pada khususnya, yang membentuk sebuah sistem yang disebut sistem pendidikan nasional.

  B. Pendidikan Nasional Dan Pendidikan Agama
Berdasarkan pada undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional Bab I pasal 1, bahwa yang dimaksud dengan pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan undang-undang dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Adapun rumusan tentang Pendidikan Nasional dapat pemakalah kemukakan pendapat Ki Hajar Dewantara, seorang tokoh pendidikan  Nasional di Indonesia serta dianggkat oleh pemerintah sebagai Bapak pendidikan, menyatakan sebagai berikut:” Pendidikan nasional adalah pendidikan yang beralaskan garis hidup dari bangsanya dan ditujukan untuk keperluan peri-kehidupan yang dapat mengangkat derajat Negara dan rakyatnya, agara dapat bekerja bersama-sama dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia disekuruh dunia”. Dengan demikian nampak erat sekali hubungan anatara seorang nasionalisme dengan keyakinan hidup kebangsaan. Hal ini akan dihayati bagi orang yang menyatakan diri dengan hidup bagsanya dan merasa terikat dengan benang sutera kecintaan yang halus dan suci dengan bangsanya.
Pasal 1 ayat (2), disebutkan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai – nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan Islam, baik sebagai sistem maupun institusinya, merupakan warisan budaya bangsa, yang berurat berakar pada masyarakat bangsa Indonesia. Dengan demikian, jelas bahwa pendidikan Islam akan merupakan bagian integral dan tidak bisa dipisahkan dari sistem pendidikan nasional.
Pada pasal 3 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Nilai –nilai dan aspek – aspek tujuan pendidikan nasional tersebut, sepenuhnya adalah nilai –nilai dasar ajaran Islam, tidak ada yang bertentangan dengan tujuan pendidikan Islam. Oleh karena itu, perkembangan pendidikan Islam akan mempunyai peran yang menentukan dalam keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan nasional tersebut.
Dalam pasal 15 disebutkan bahwa jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, keagamaan, dan khusus.
Yang dimaksud dengan pendidikan keagamaan sebagaimana yang dijelaskan pada pasal tersebut adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan. Sebagaimana diketahui bahwa setiap orang Islam berkepentingan dengan pengetahuan tentang ajaran – ajaran Islam, terutama yang berhubungan dengan nilai – nilai keagamaan, moral, dan sosial budayanya. Oleh sebab itu, pendidikan Islam dengan lembaga – lembaganya tidak bisa dipisahkan dari sistem pendidikan nasional.
Sejalan dengan pasal tersebut, dipertegas lagi dalam pasal 30 ayat (2) yang menyatakan bahwa pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan pesrta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai –nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
Dalam pasal 37 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa isi kurikulum setiap jenis dan jalur serta jenjang pendidikan (dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi) wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa.
Dalam kaitan ini, dijelaskan bahwa pendidikan keagamaan (termasuk pendidikan agama Islam) merupakan bagian dari dasar dan inti kurikulum pendidikan nasional. Dengan demikian, pendidikan Islam pun terpadu dalam sistem pendidikan nasional.
Dasar pendidikan yang paling utama adalah Pancasila dan UUD 1945, dasar pendidikan ini secara tidak langsung mengharuskan kita untuk menyelenggarakan proses pendidikan nasional yang konsisten dan secara integralistik menuju ke arah pencapaian tujuan akhir. Terbentuknya manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas unggul yang berkembang dan tumbuh diatas pola kehidupan yang seimbang antara lahiriah dan bathiniyah. Jalan menuju tujuan tersebut adalah tidak lain adalah melalui proses pendidikan yang berorientasi kepada hubungan tiga arah yaitu hubungan anak didik dengan Tuhannya, dengan masyarakatnya dan dengan alam sekitarnya.
a.    Hubungan dengan Tuhannya menghendaki adanya konsepsi ketuhanan yang telah mapan dan secara pasti dijabarkan  dalam bentuk norma-norma ubudiyah mahdzah yang wajib ditaati oleh anak didik secara syar’i.
b. Hubungan dengan masyarakatnya memerlukan norma-norma dan aturan-aturan yang mengarahkan proses hubungan antara sesama manusia bersifat lentur dalam konfigurasi rentangan tata nilainya, tapi tidak melanggar atau merusak prinsip-prinsip dasarnya yang absolute, dalam arti tidak cultural relativistic. Seluruh lapangan hidup manusia adalah merupakan arena dimana hubungan social dari interpersonal terjadi sepanjang hayat, termasuk lapangan hidup iptek.
c.    Hubungan dengan alam sekitarnya menuntut adanya kaidah-kaidah yang mengatur dan mengarahkan kegiatan manusia didik dengan bekal ipteknya dalam penggalian, pemanfaatan, dan pengolahan kekayaan yang menyejahterakan kesadaran terhadap bahaya arus balik sanksi alam, akibat pengurasan habis-habisan terhadap kekayaan alam melebihi kapasitas alamiahnya.

Karakteristik pendidikan nasional :
a.  Dari segi dasar, pendidikan Indonesia berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
b.  Dari segi fungsinya, pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.
c.   Dari segi tujuan, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab ke masyarakat dan kebangsaan.
d.  Dari kesempatan yang diberikan, dalam pendidikan nasional disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
e.  Dari segi penyelenggaraan, pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan faktor pendidikan luar sekolah
f.   Dari segi tenaga kependdikan, sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa kependidikan meliputi tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, pemiliki, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang penddikan, pustakawan, laboran dan teknisi sumber belajar
g.  Dari segi kurikulum, sistem pendidikan nasional mengatakan bahwa kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuai dengan lingkungan.

   C.    Pendekatan Sistem Pendidikan Agama.

          Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani “sistem” yang artinya suatu keseluruhan yang tersusun dari banyak bagian ( whole compounded of several parts). Di antara bagian-bagian itu terdapat hubungan yang berlangsung secara teratur. Definisi sistem yang lain dikemukakan Anas Sudjana yang mengutip pendapat Johnson, Kost dan Rosenzweg sebagai berikut “Suatu sistem adalah suatu kebulatan/ keseluruhan yang kompleks atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan /keseluruhan yang kompleks”. Sistem juga dikatakan sebagai kumpulan berbagai komponen yang masing- masing saling terkait, tergantung, dan saling menentukan.

      Dengan kata lain sistem dapat kita simpulkan suatu kumpulan yang secara keseluruhan yang bersifat kompleks dan terorganisir yang di dalamnya terdapat himpunan komponen yang saling berkaitan secara bersama-sama dan berfungsi untuk mencapai tujuan sistem.
Jika dikaitkan dengan pendidikan, sistem pendidikan mempunyai makna satu rangkaian pemikiran dalam bidang pendidikan yang terorganisasi atau sistem pendidikan dapat disebut juga sebagai sekelompok dari unsur-unsur pendidikan yang saling berkaitan dan bekerja bersama-sama.
Pada umumnya sistem mempunyai cirri-ciri sebagai berikut;
  a.       Terdiri dari unsur-unsur yang saling berkaitan (interpendent) antara satu sama lain
  b.      Beroriontasi kepada tujuan (goal oriented) yang telah ditetapkan
  c.       Didalamnya terdapat peraturan-peraturan tata tertib berbagai kegiatan dan sebagainya.

Pendidikan agama mempunyai tanggung jawab yang cukup berat dalam usahanya menciptakan manusia yang cerdas, terampil, manusia yang beriman dan bertaqwa sehingga membentuk kepribadian yang luhur seperti disebutkan dalam Undang-Undang sistem pendidikan. Untuk itu lembaga-lembaga yang menangani tentang pendidikan agama secara umum, sebagai penanggung jawab dalam sistem pendidikan agama kita, harus berusaha menciptakan sistem yang selain demokratis, juga mempersiapkan dengan kebijakan-kebijakannya yang akan memperlebar ruang gerak pendidikan agama kita ditunjang dengan kajian ilmiah kritis tentang pemilihan materi-materi yang sesuai, juga tenaga pengajar yang mumpuni sebagai perisai keberhasilan pendidikan agama kita.
Dari beberapa sumber yang dipelajari, dapat disimpulkan bahwa terdapat 6 komponen pendidikan yang digunakan yaitu : 1. Tujuan, 2. Siswa, 3. Pendidik, 4. Isi/materi, 5. Situasi lingkungan dan 6. Alat pendidikan.
Maka untuk menghasilkan output dari sistem pendidikan yang bermutu, hal yang paling penting adalah bagaimana membuat semua komponen yang dimaksud berjalan dengan baik. Yang mana pendidik, sisawa, materi pendidikan, alat pendidikan dan lingkungan pendidikan semuanya satu langkah menuju pencapaian tujuan pendidikan itu.


1)  Komponen Tujuan
Tujuan-tujuan individual yang sifatnya untuk peningkatan kemampuan setiap individu berupa pengetahuan, perubahan tingkah laku, pertumbuhan kedewasaan, dan kesiapan-kesiapan yang semestinya dimiliki untuk mempersiapkan proses pencapaian kebahagiaan dunia akhirat. Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan, dengan tingkah laku masyarakat pada umumnya. Tujuan-tujuan profesional berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, seni, profesi, dan sebagai suatu aktivitas diantara aktivitas-aktivitas masyarakat. Tujuan pendidikan Agama yaitu seperti yang telah dipaparkan sebelumnya yaitu, melahirkan manusia paripurna, terbaik, insan kamil atau manusia yang bertaqwa yaitu sosok manusia yang memahami peran dan fungsinya dala kehidupan serta mendasarkan semuanya pada ajaran dan hukum Allah juga Rasul-Nya.
2) Komponen Siswa
Siswa/peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Dalam pendidikan tradisional, siswa dipandang sebagai organisme yang pasif, hanya menerima informasi dari orang dewasa.
Kini makin cepatnya perubahan sosial, dan berkat penemuan teknologi maka komunikasi antar manusia berkembang amat cepat. Siswa di samping sebagai objek pendidikan, ia juga sebagai subjek pendidikan, karena sumber belajar bukan hanya guru, tapi siswa juga dapat menjadi sumber belajar terutama dalam pembelajaran aktif. Sebagai salah satu input di lembaga pendidikan juga sebagai komponen yang turut menentukan keberhasilan sistem pendidikan.
Seperti yang telah dijelaskan di depan, pendidikan merupakan bimbingan dan pertolongan secara sadar yang diberikan oleh pendidik kepada anak didik sesuai  dengan perkembangan jasmaniah  dan rohaniah ke arah kedewasaan atau terbentuknya generasi intelek yang berakhlak mulia.  Anak didik di dalam mencari nilai-nilai hidup, harus mendapatkan bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan suci sedangkan alam sekitarnya akan memberi corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan agama anak didik.
3) Komponen Pendidik
Pendidik adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar, dan atau melatih peserta didik. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik sebagai pendidik dan memenuhi beberapa kompetensi sebagai pendidik. Dalam melaksanakan pendidikan Islam, peranan pendidik sangat krusial. Pendidik merupakan salah satu faktor utama terlaksananya proses pendidikan. Karena pendidik adalah aktor yang bertanggung jawab terhadap seluruh proses yang terjadi di dalamnmya.
Dalam dunia pendidikan Islam, banyak sebutan bagi seorang pendidik, diantaranya ustadz, syekh, ajengan. Ulama-ulama dalam dunia Islam memiliki fungsi ganda, ia adalah pendidik sekaligus seorang konselor bagi masyarakat awam. Ia menjadi seorang yang bertanggung jawab untuk memberikan ilmu keduniaan maupun akhirat bagi anak-anak didiknya.
Baik buruk hasil pendidikan tergantung pada pendidik itu sendiri. Itulah sebabya Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan yang bertugas sebagai pendidik. Pendidik mempunyai derajat yang lebih tinggi daripada orang-orang yang tidak berilmu dan orang-orang yang bukan sebagai pendidik. Selain itu, manusia pun telah memiliki mandat untuk senantiasa berubah, karena ia tidak bisa berubah kecuali oleh mereka sendiri seperti dalam Alquran Alloh telah menegaskan bahwa Ia tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali mereka merubahnya sendiri.
4) Komponen Materi/isi Pendidikan
Materi/isi pendidikan adalah segala sesuatu pesan yang disampaikan oleh pendidik kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Dalam usaha pendidikan yang diselenggarakan di keluarga, di sekolah, dan di masyarakat, terdapat syarat utama dalam pemilihan beban/materi pendidikan, yaitu: materi harus sesuai dengan tujuan pendidikan, materi harus sesuai dengan kebutuhan siswa.
5) Komponen Lingkungan Pendidikan
Lingkungan Pendidikan adalah suatu ruang dan waktu yang mendukung kegiatan pendidikan. Proses pendidikan berada dalam suatu lingkungan, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah atau lingkungan masyarakat. Siswa dengan berbagai potensinya akan berkembang maksimal jika berada dalam sebuah lingkungan yang kondusif. Sesuai dengan pendapat A. Noerhadi Djamal  bahwa lingkungan berpengaruh besar dan menentukan terhadap kelangsungan berkembangnya potensi diri siswa.
Situasi lingkungan mempengaruhi proses dan hasil pendidikan. Situasi lingkungan ini meliputi lingkungan fisik, lingkungan teknis dan lingkungan sosio-kultural. Dalam hal-hal di mana situasi lingkungan ini berpengaruh secara negatif terhadap pendidikan, maka lingkungan itu juga menjadi pembatas pendidikan. Indikator lingkungan pendidikan adalah sebagai berikut interaksi pelaku, iklim organisasi, dan hubungan antara madrasah dengan masyarakat.
Lingkungan pendidikan dalam pendidikan Islm sangat luas, akan tetapi jika dalam pendidikan formilnya ada sekolah-sekolah terpadu, madrasah-madrasah, pondok pesantren atau boarding school, dan juga balai-balai pelatihan. Dunia pesantren menjadi salah satu lingkungan pendidikan yang sangat kondusif dan efektif, karena peserta didik dididik mulai dari ia bangun tidur hingga tertidur kembali, dalam arti segala hubungan dengan sesama makhluk dan Alloh pun diajarkan tiada henti, baik itu melalui kelas-kelas belajar maupun dengan melihat akhlak pendidiknya.
6) Komponen Alat Pendidikan
Alat pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang berfungsi sebagai perantara pada saat menyampaikan materi pendidikan, oleh pendidik kepada siswa dalam mencapai tujuan pendidikan. Peristiwa pendidikan ditandai dengan adanya interaksi edukatif. Agar interaksi dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan, maka di samping dibutuhkan pemilihan bahan materi pendidikan yang tepat, perlu dipilih metode yang tepat pula. Metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Untuk menentukan apakah sebuah metode dapat disebut baik diperlukan patokan (kriterium) yang bersumber pada beberapa faktor. Faktor utama yang menentukan adalah tujuan yang akan dicapai.
Dalam prakteknya paling tidak ada dua macam alat pendidikan. Pertama alat pendidikan dalam arti metode, kedua alat pendidikan dalam arti perangkat keras yang digunakan seperti media pembelajaran dan sarana pembelajaran.
Alat pendidikan dalam arti perangkat keras adalah sarana pembelajaran dan media pembelajaran yang dapat mendukung terselenggaranya pembelajaran aktif dan efektif. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) ditentukan bahwa setiap satuan pendidikan  wajib memiliki sarana yang meliputi, perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai serta perlengkapan lain yang diperlukan, seperti perpustakaan dan laboratorium untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Kitab kuning menjadi tambahan bahan ajar di dunia pesantren.
Jadi, Pendidikan Agama Islam adalah sebuah sistem karena telah memiliki enam unsur sistem pendidikan yang harus bisa melahirkan manusia paripurna, terbaik, insan kamil atau manusia yang bertaqwa yaitu sosok manusia yang memahami peran dan fungsinya dalam kehidupan serta mendasarkan semuanya pada ajaran dan hukum Allah juga Rasul-Nya.
     D.    Desain Pembelajaran Pendidikan Agama.
Dari beberapa pandangan tersebut diatas maka desain pembelajaran pendidikan agma Islam yang baik adalah:
a.  Menentukan tujuan pengajaran pendidikan Islam, adapun tujuan secara umum, pendidikan agama Islam adalah bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swtserta berakhlaq mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai tujuan tersebut juga perlu adanya suatu materi pengajaran tertentu.
b.  Menentukan materi pengajaran/ bahan ajar, bahan ajar atau materi pengajaran di dalam pendidikan agama Islam adalah terdiri dari Al-Qur’an dan al-hadist, keimanan, syarai’ah, Ibadah, muamalah, aklhlaq dan tareh atau sejarah yang lebih menekankan pada perkembangan ajaran agam, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
c.   Menentukan pendekatan dan metode mengajar dan strategi yang akan digunakan agar bisa menyesuaikan dengan keadaan peserta ajar., di dalam pendidikan agama Islam metode yang banyak digunakan adalah dengan menggunakan metode ceramah, Tanya jawab dan diskusi.
d.  Media pengajaran dan pengalaman belajar ini di lakukan untuk mempermudah peserta ajar/murid untuk menerima pelajaran. Dalam hal ini bisa menngunakan media bacaaan, tip recorde dll.
e.   Evaluasi keberhasilan, hal ini di lakukan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menerima pelajaran yang telah di berikan oleh pengajar pendidikan agama Islam.
Dalam Pendidikan Islam ada karakteristik yang sama dengan pendidikan secara umum, akan tetapi dalam hal-hal tertentu mempunyai karakter yang spesifik. Oleh karena itu, dalam evaluasi, ada yang bisa menggunakan cara yang dipakai secara umum dalam dunia pendidikan, akan tetapi dalam hal-hal tertentu harus mengembangkan sendiri model evaluasi yang sesuai. Sebagai contoh adalah Pendidikan Agama Islam. Hasil dari pendidikan agama ini adalah kualitas keberagamaan siswa. Keberagamaan adalah agama sebagaimana diterima oleh siswa dalam pikirannya, perasaannya dan tindakannya. Gambaran keberagamaan seseorang ini secara terperinci disebut peta keberagamaan atau psikografi agama yang  meliputi dimensi ideologis, ritualistik, konsekuensial, eksperiensial dan intelektual.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar